Wikipedia

Hasil penelusuran

Rabu, 26 Februari 2025

Manusia Wadjak (Homo Wadjakenses)

 



Tahun 1888 ditemukan tengkorak manusia di Wajak Tulungagung Jawa Timur, tengkorak itu diberi kode nama sebagai Manusia Wajak.


Pada awalnya Manusia Wajak dikategorikan sebagai sub species tersendiri yaitu Homo wadjakensis oleh Dubois, lalu dikategorikan sejenis sub species Homo Erectus oleh Pramujiono.


Tapi Pada Tahun 2013 diadakan penelitian ulang kerangka manusia Wajak dengan radiocarbon, oleh gabungan peneliti dari Belanda, Inggris, Australia & Yunani, yg tercantum dalam Journal of Human Evolution no 64. 


Dari hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan jika Manusia Wajak adalah Homo Sapiens atau Manusia Modern yg hidup sekitar 27000-40000 tahun yg lalu.


Menurut Anthropologist Paul Storm, penggambaran Fisik Manusia Wajak yg hidup dijaman itu kemungkinan besar adalah seperti Manusia Jawa modern.

Boleh dibilang Manusia Wajak adalah leluhur langsung Manusia Jawa Modern sekarang ini.


Hasil Riset Ini menyatakan peradaban manusia di Jawa Timur sudah ada 40.000 tahun yang lalu, dan menjadi leluhur manusia Jawa & juga pastinya manusia Sunda modern, dan bahkan mungkin satu dari kelompok leluhur suku² di nusantara.


Sumber

FB: Lintang Angrem

Senin, 24 Februari 2025

Prasasti Luzon Jawa

 Prasasti Lempengan Tembaga Laguna: Luzon, Jawa, dan Dunia Melayu dari Abad Ke-10


Pendahuluan


Prasasti Tembaga Laguna (Laguna Copperplate Inscription, LCI) adalah satu-satunya dokumen tertulis dari periode pra-kolonial Filipina yang bertanggal pasti (21 April 900 M). Prasasti ini mencatat pembebasan hutang seseorang dan ditulis dalam bahasa Melayu Kuno (Old Malay, OM) menggunakan aksara Indic, yang umum digunakan di Asia Tenggara Maritim. Artikel ini mengkaji LCI dalam konteks yang lebih luas, membandingkannya dengan dokumen sezaman dari Jawa dan dunia Melayu.


Konteks Historis dan Linguistik


LCI ditemukan di Sungai Lumbang, Filipina, sekitar tahun 1986, dan kemudian dikonfirmasi sebagai dokumen autentik oleh Antoon Postma. Studi sebelumnya cenderung menempatkan prasasti ini dalam konteks lokal Filipina, tetapi artikel ini menekankan dimensi transregionalnya.


Bahasa yang digunakan dalam LCI adalah OM dengan pengaruh bahasa Jawa Kuno (Old Javanese, OJ) dan Sansekerta. Dalam artikel ini, Clavé dan Griffiths menyoroti bagaimana bahasa Melayu digunakan sebagai lingua franca dalam dokumen resmi di Asia Tenggara, yang menunjukkan adanya interaksi ekonomi dan budaya antara Filipina, Jawa, dan dunia Melayu.


Struktur dan Isi Prasasti


LCI memiliki ukuran 17,5 cm x 30,5 cm dan ditulis pada satu sisi. Teksnya mencatat pembebasan seorang perempuan bernama Si Bukah, anak dari Dang Hwan Namwran, dari hutang sebesar 1 kati dan 8 suvarna emas. Pembebasan hutang ini diberikan oleh pejabat bernama Jayadeva, yang merupakan seorang senapati di Tundun. Saksi-saksi dalam dokumen ini termasuk pejabat dari berbagai daerah seperti Puliran Kasumuran, Pailah, dan Binwangan.


Perbandingan dengan Prasasti Jawa dan Dunia Melayu


LCI memiliki beberapa kemiripan dengan prasasti tembaga dari Jawa dan Bali, yang juga menggunakan OM dan OJ dalam konteks administratif. Dokumen semacam ini sering digunakan untuk mencatat status pajak atau pembebasan hutang, seperti yang ditemukan dalam berbagai prasasti di Indonesia. Konsep viśuddhapātra (dokumen pembebasan hutang) dalam LCI juga ditemukan dalam inskripsi di Jawa dan Sumatra.


Salah satu inovasi unik dari Asia Tenggara Maritim yang ditemukan dalam LCI adalah penggunaan tembaga sebagai media pencatatan pembebasan hutang, berbeda dengan India yang lebih sering menggunakan media lain untuk pencatatan dokumen semacam ini.


Makna Sosial dan Budaya


Penulisan dalam bahasa OM menunjukkan bahwa bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa administrasi di Filipina abad ke-10, mendukung gagasan bahwa wilayah ini terhubung erat dengan jaringan perdagangan dan budaya di Asia Tenggara. Artikel ini juga menentang teori lama bahwa pengaruh Melayu hanya berasal dari migrasi, melainkan lebih sebagai hasil dari interaksi perdagangan dan politik.


Dalam konteks lokal, LCI menunjukkan adanya sistem sosial yang kompleks di Luzon pada abad ke-10, di mana hutang dapat diwariskan dan dibebaskan melalui dokumen resmi. Penggunaan gelar-gelar seperti dang hwan dan nāyaka tuhān menunjukkan adanya sistem birokrasi yang terorganisir, mirip dengan sistem pemerintahan di Jawa dan Sumatra.


Alih Aksara

Teks Prasasti Tembaga Laguna

(Alih aksara berdasarkan studi Clavé & Griffiths 2022, dengan perbaikan ejaan sesuai kaidah transliterasi epigrafi OM dan OJ)


```

(1) svasti śakavarṣātīta 822 vaisākhamāsa diṁ jyotiṣa, caturthi 

kr̥ṣṇapakṣa so(2)mavāra sāna tatkāla dayaṁ Aṅkatan· lavan· dṅan·ña 

sānak· barṅāran· si bukaḥ 

(3) Anak·da daṁ hvan namvran· dibari varadāna viśuddhapātra 

Uliḥ saṁ pamgat· senāpati di tuṇḍu(4)n· barjā daṁ hvan nāyaka tuhān· 

pailaḥ jayadeva, di krama daṁ hvan namvran· dṅan· daṁ kāya(5)stha 

śuddhānu diparlappas· hutaṁda valānda kā 1 su 8 di hadapan· daṁ hvan 

nāyaka tuhān· pu(6)liran· kasumuran·, daṁ hvan nāyaka tuhān· pailaḥ 

barjādi gaṇaśakti, daṁ hvan nāyaka tu(7)hān· binvāṅan· barjādi 

biśruta tathāpi sādānda sānak· kaparāvis· Uliḥ saṁ pamgat· de(8)vata 

varjādi saṁ pamgat· mḍaṁ dari bhaktinda diparhulun· saṁ pamgat·, ya 

makāña sādāña Anak· 

(9) cucu daṁ hvan namvran· śuddha ya kaparāvis· di hutaṁda daṁ 

hvan namvran· di saṁ pamgat· devata, Ini graṁ (10) syāt· syāpa ntāha 

paścāt· diṁ Āri kamudyan· Āda graṁ Uraṁ barujara vluṁ lappas· 

hutaṁda daṁ hva-

```


---

Alih Bahasa


(1) Selamat! Tahun Śaka yang telah berlalu 822, bulan Waisakha menurut ilmu 

astrologi, hari keempat (tithi) dari paro gelap bulan, hari Senin: 

(2) itulah waktu ketika seorang pelayan perempuan (dayaṅ) bernama Si Bukah, 

bersama saudara-saudaranya,

(3) anak dari Daṅ Hvan Namwran, diberikan anugerah berupa dokumen pembebasan hutang (viśuddhapātra).

(4) [Dokumen ini diberikan] oleh Saṅ Pamgat Senapati di Tuṇḍun, dengan gelar Daṅ Hvan Nāyaka Tuhān Pailaḥ Jayadeva.

(5) Mengenai perkara Daṅ Hvan Namwran, bersama seorang juru tulis (kāyastha), hutangnya sebesar 1 kati dan 8 suvarna,

(6) yang dicatat di hadapan para saksi: Daṅ Hvan Nāyaka Tuhān Puliran Kasumuran,

(7) Daṅ Hvan Nāyaka Tuhān Pailaḥ dengan gelar Gaṇaśakti, dan Daṅ Hvan Nāyaka Tuhān Binvāṅan dengan gelar Biśruta.

(8) Namun, oleh pejabat yang disebut Saṅ Pamgat dari Mdang, karena kesetiaan mereka saat diperbudak oleh Saṅ Pamgat,

(9) semua anak dan cucu dari Daṅ Hvan Namwran juga dibebaskan dari hutangnya kepada Saṅ Pamgat Devata.

(10) Jika ada seseorang di masa depan yang meragukan ini, atau berkata bahwa hutang ini belum dilunasi, maka...


Pengaruh Jawa dalam Laguna Copperplate Inscription (LCI) sangat terlihat dalam beberapa aspek utama, yaitu bahasa, sistem administrasi, gelar pejabat, serta format dan isi prasasti. Berikut adalah beberapa poin yang menunjukkan pengaruh kuat dari Jawa, khususnya dari Kerajaan Medang:


1. Penggunaan Aksara

Prasasti LCI ditulis menggunakan aksara Indic yang sangat mirip dengan aksara Kawi, yang digunakan secara luas dalam prasasti era Jawa Kuno. Aksara ini merupakan turunan dari sistem Brahmi India, tetapi telah mengalami adaptasi lokal di Nusantara. Penggunaan aksara yang sama di LCI menunjukkan bahwa ada hubungan budaya atau administratif dengan Jawa.


2. Struktur Bahasa dan Serapan dari Jawa Kuno


Meskipun LCI ditulis dalam bahasa Melayu Kuno (Old Malay), terdapat banyak pengaruh dari bahasa Jawa Kuno (Old Javanese), antara lain:


Kata-kata serapan dari Jawa Kuno, misalnya dang hvan (sejenis gelar kehormatan) yang mirip dengan dang hyaṅ dalam Jawa Kuno.


Struktur kalimat yang lebih kompleks dibandingkan prasasti Melayu lain, yang mengindikasikan pengaruh administratif dari sistem birokrasi Jawa.


Konsep administratif dan hukum, seperti viśuddhapātra (dokumen pembebasan hutang), yang lebih umum ditemukan dalam prasasti di Jawa dan Bali.


3. Gelar dan Struktur Administratif


LCI mencantumkan gelar-gelar yang memiliki kemiripan kuat dengan sistem birokrasi di Jawa. Beberapa di antaranya adalah:


Nāyaka Tuhān – Gelar ini mirip dengan penggunaan tuhān di Jawa, yang berarti pemimpin atau penguasa lokal.


Saṅ Pamgat – Gelar ini juga ditemukan dalam prasasti Jawa dan digunakan untuk pejabat tinggi. Dalam prasasti Jawa, saṅ pamgat sering dikaitkan dengan jabatan administratif atau militer.


Mdang – Sebutan Mdang jelas sekali terbaca dalam LCI mengacu pada Kerajaan Medang di Jawa, yang pada abad ke-8 hingga ke-10 merupakan kekuatan besar di Asia Tenggara.


4. Format dan Fungsi Prasasti


Penggunaan tembaga sebagai media prasasti lebih banyak ditemukan dalam tradisi Jawa dan Bali dibandingkan dengan Filipina atau Sumatra.


Isi prasasti yang mencatat pembebasan hutang mirip dengan format prasasti Jawa yang mencatat transaksi ekonomi, seperti prasasti dari periode Medang yang sering mencatat pajak, status tanah, dan hak istimewa pejabat atau rakyat tertentu.


Sistem perhitungan waktu dalam prasasti menggunakan kalender Śaka, yang lazim digunakan di Jawa dan Bali, bukan kalender lokal Filipina.


5. Konteks Sejarah dan Hubungan Medang dengan Asia Tenggara


Pada abad ke-10, Kerajaan Medang memiliki hubungan erat dengan Sriwijaya dan wilayah lain di Asia Tenggara. Jawa memiliki armada dagang dan pengaruh maritim yang luas, yang memungkinkan penyebaran sistem administratif dan budaya mereka hingga ke Filipina. LCI merupakan bukti bahwa konsep hukum dan birokrasi dari Jawa telah diterapkan di Luzon.


LCI menunjukkan bukti kuat adanya pengaruh Jawa dalam bentuk bahasa, aksara, sistem administrasi, gelar, serta format prasasti. Penyebutan Mdang semakin memperjelas hubungan antara Luzon dan Kerajaan Medang, menandakan bahwa Luzon tidak hanya menjadi bagian dari jaringan perdagangan, tetapi juga terpengaruh oleh sistem administrasi dan budaya dari Jawa.


Kesimpulan


Prasasti Tembaga Laguna adalah bukti konkret dari hubungan regional yang erat antara Luzon, Medang, dan dunia Melayu pada abad ke-10. Dokumen ini menegaskan bahwa Luzon bukanlah entitas yang terisolasi, tetapi merupakan bagian dari jaringan perdagangan dan administrasi Asia Tenggara yang lebih luas. Dengan demikian, studi terhadap LCI dapat memberikan wawasan lebih dalam mengenai dinamika sosial, ekonomi, dan politik kawasan Asia Tenggara pada masa pra-kolonial.


Prasasti ini juga menguatkan peran bahasa Melayu sebagai bahasa administrasi yang melampaui batas etnis dan geopolitik, menjadi alat komunikasi penting dalam transaksi hukum dan diplomasi. Dengan demikian, bahasa Melayu dalam LCI lebih mencerminkan fleksibilitas budaya dan ekonomi dibandingkan dominasi politik satu entitas terhadap yang lain.


---


Daftar Pustaka


Clavé, Elsa & Griffiths, Arlo. 2022. "The Laguna Copperplate Inscription: Tenth-Century Luzon, Java, and the Malay World." Philippine Studies: Historical and Ethnographic Viewpoints, vol. 70, no. 2, pp. 167–242. Ateneo de Manila University.

Rabu, 19 Februari 2025

HERBALIUME AMBONNESE Research of RUMPHIUSE E

 

Bak Kiamat, Kesaksian Orang Saat Gempa M7,9-Tsunami 100 M Hantam Ambon

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
18 February 2025 17:40
Foto: Paparan Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam Webinar ”Peringatan Tsunami Ambon 1674", Selasa (18/2/2025). (Tangkapan layar Youtube BMKG)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kapal yang membawa George Eberhard Rumphius berlabuh di Ambon pada 1653. Berbulan-bulan ia berlayar dari Portugal mengitari Selat Magelhaens, terombang-ambing ganasnya Samudera Atlantik, sampai akhirnya tiba di wilayah yang hanya ia kenal dari mulut ke mulut.

Saat kapalnya melempar sauh, Rumphius turun sebagai tentara yang memanggul senjata. Sejak saat itu, ia ditugaskan menjaga keamanan Ambon dalam waktu tak ditentukan. Sehari-hari ia mengawasi penduduk dan mendukung proses eksploitasi rempah-rempah oleh VOC. 

Hanya saja, otoritas VOC melihat Rumphius tak becus kerja. Dia malah sibuk mempelajari alam dan masyarakat Ambon, bukan memanggul dan mengokang senjata. Alhasil, dia pun dipindah ke dinas sipil.

Pemindahan ini disambut baik dan membuat Rumphius mempelajari alam dan kebudayaan. Sampai akhirnya, upaya ini membuat Rumphius tercatat dalam sejarah sains sebagai naturalis ternama. Dia kemudian menuliskan pengamatannya soal alam dalam buku tebal berjudul Herbarium Amboinense

Buku itu tak hanya berisi makhluk hidup, tetapi juga ihwal kesaksiannya soal bencana alam dahsyat di Ambon pada Sabtu, 17 Februari 1674. Hari itu, Rumphius bekerja seperti biasa dari matahari terbit hingga tenggelam. Tak ada keanehan apapun sampai akhirnya jam menunjukkan pukul 19.30 waktu setempat. 

Tak ada angin dan hujan, lonceng-lonceng di Kastil Victoria, Ambon, bergerak dan berdentang sendiri. Banyak orang, termasuk Rumphius, bertanya-tanya atas apa yang terjadi. Namun, itu semua teralihkan oleh tanah yang bergerak bak air.

"Orang berjatuhan ketika tanah bergerak naik turun seperti lautan. Begitu gempa mulai menggoyang, seluruh garnisun, kecuali beberapa orang yang terperangkap di atas benteng, mundur ke lapangan di bawah benteng," ungkap Rumphius. 

Mereka pergi ke lapangan besar harapan bisa selamat. Sayang, itu salah. Selang beberapa detik, air laut tiba-tiba naik ke daratan. Praktis, semua orang lari tunggang-langgang ke tempat lebih tinggi untuk menyelamatkan diri. 

"Air itu sedemikian tinggi hingga melampaui atas rumah dan menyapu bersih desa. Batuan koral terdampar jauh dari pantai," kenang Rumphius. 

Pria kelahiran 1 November 1627 itu jadi sedikit orang yang bisa berlari kencang ke tempat lebih tinggi. Sementara ada 2.322 orang lain di Ambon dan Pulau Seram tertimbun reruntuhan dan tergulung air laut. Dua dari ribuan korban meninggal ada istri dan anak perempuan Rumphius. 

Foto: Paparan Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam Webinar ”Peringatan Tsunami Ambon 1674", Selasa (18/2/2025). (Tangkapan layar Youtube BMKG
Paparan Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam Webinar ”Peringatan Tsunami Ambon 1674", Selasa (18/2/2025). (Tangkapan layar Youtube BMKG

Gempa dan Tsunami Dahsyat Sepanjang Sejarah

Ratusan tahun setelah gempa, kesaksian Rumphius membuka tabir sejarah bencana alam di Indonesia. BMKG menyebut cerita tersebut menjadi yang pertama dalam sejarah dan catatan tsunami tertua di Nusantara. 

"Gempa Ambon 1674 merupakan gempa dan tsunami dahsyat yang pertama dalam catatan Nusantara," ungkap Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono dalam webinar "Peringatan Tsunami Ambon 1674", Selasa (18/2/2025). 

Dalam penelitian kontemporer diketahui gempa tersebut diperkirakan memiliki kekuatan sebesar M7,9 dan sangat merusak. Bukan hanya diakibatkan getaran gempa, tetapi juga soal dampak lanjutannya.

Gempa membuat tanah Ambon mengalami likuifaksi atau hilangnya kekuatan tanah akibat getaran gempa bumi. Tanah pun menghisap segala sesuatu di atasnya. Ini dibuktikan oleh cerita Rumphius soal "tanah bergerak naik turun seperti lautan". 

Soal tsunami diperkirakan memiliki ketinggian 100 meter yang menggulung Ambon. Daryono menyebut tsunami ekstrem di Ambon tak hanya disebabkan oleh getaran semata, tapi juga faktor lain, yakni tanah longsor pantai yang dipicu gempa. 

"Kalau kita melihat kasus-kasus tsunami di Indonesia. (Misalkan) kita lihat tsunami Flores 1992, kalau hanya murni melihat magnitud sebesar 7,8 Skala Magnitudo, itu tidak sedahsyat itu tsunaminya sampai 30 meter dan melompati pulau babi. Bahkan Tsunami Aceh kalau melihat magnitud tak sebesar itu. Artinya sumbangan signifikan terbentuknya tsunami adalah longsoran pantai," tutur Daryono. 

Dengan demikian, Tsunami Ambon 1674 menjadi bukti bahwa longsor merupakan sumber bahaya tsunami penting di Indonesia. Sebab, tsunami-tsunami setelahnya di era modern, banyak disebabkan oleh gempa yang diikuti longsoran pantai.  Berarti, Tsunami Ambon 1674 yang menghasilkan gelombang setinggi 100 meter jadi gelombang terbesar sepanjang sejarah Nusantara. 

Foto: Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam Webinar ”Peringatan Tsunami Ambon 1674", Selasa (18/2/2025). (Tangkapan layar Youtube BMKG)
Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam Webinar ”Peringatan Tsunami Ambon 1674", Selasa (18/2/2025). (Tangkapan layar Youtube BMKG)

(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Jakarta Terancam Tsunami 1,8 Meter Jika Dihantam Megathrust

Next ArticleGempa Megathrust RI Tinggal Tunggu Waktu, BMKG Ungkap Zona Merahnya
url telah tercopy

Manusia Wadjak (Homo Wadjakenses)

  Tahun 1888 ditemukan tengkorak manusia di Wajak Tulungagung Jawa Timur, tengkorak itu diberi kode nama sebagai Manusia Wajak. Pada awalnya...