Blog ini dibuat semata mata hanya untuk penyaluran hoby dan persahabatan tidak bermaksud merugikan pihak lain dan ataupun melanggar undang undang, terima kasih atas kunjunganya.
Wikipedia
Hasil penelusuran
Selasa, 15 September 2015
Pendidikan Dan Pembinaan Satpam Indonesia: PENERAPAN FISHBONE DIAGRAM (MENGANALISA AKAR MASAL...
Pendidikan Dan Pembinaan Satpam Indonesia: PENERAPAN FISHBONE DIAGRAM (MENGANALISA AKAR MASAL...: PENERAPAN FISHBONE DIAGRAM ( MENGANALISA AKAR MASALAH YANG TERJADI DI AREA JAGA ) Oleh : Doddy Hidayat, SE. UNTUK MENINGKATKAN K...
Jumat, 17 April 2015
Rabu, 15 April 2015
Letusan Dahsyat Tambora 200 Tahun Lalu, Inilah Kronologinya
Jumat, 10 April 2015 | 12:45 WIB
KOMPAS.com / FIKRIA HIDAYATKaldera Gunung Tambora di Dompu, Nusa Tenggara Barat, terlihat saat penerbangan dari Bima menuju Lombok, 28 Agustus 2014. Gunung Tambora meletus dahsyat pada 10 April 1815 menyisakan kaldera seluas 7 kilometer dengan kedalaman 1 kilometer.
OTHER NEWS
KOMPAS.com - Tepat 200 tahun lalu, Tambora marah besar. Amarahnya secara langsung dan tidak langsung menewaskan 88.000 orang. Tiga kerajaan tamat riwayatnya, Napoleon kalah perang, tahun tanpa musim panas terjadi, dan kelaparan serta wabah melanda dunia.
Bagaimana sesungguhnya bencana itu terjadi? Tak banyak dokumen yang bisa menjadi rujukan untuk menceritakannya. Tiga dokumen berharga antara lain The History of Java (1817) dari Raffles, gubernur Inggris penguasa Jawa saat Tambora meletus, memoir Raffles (1830), dan Asiatic Journal volume 1 (1816).
Menurut dokumen itu, Tambora sebenarnya sudah mulai aktif tahun 1812, sering mengeluarkan asap hitam. Namun, banyak orang yang menganggap bahwa Tambora kala itu sudah "punah" atau bukan gunung berapi aktif.
Erupsi besar pertama dimulai pada 5 April 1815, berlangsung selama 2 jam. Merujuk pada dokumen Raffles dan Asiatic Journal, Richard B Stothers dalam makalahnya di jurnal Science 15 Juni 1984 mengatakan, gemuruh aktivitas Tambora pada tanggal itu terdengar hingga kota Makassar (berjarak 380 km), Jakarta (1260 km), dan bahkan Maluku (1400 km).
Dalam memoirnya, Raffles menceritakan, "Gemuruh itu awalnya dikaitkan dengan adanya meriam pada jarak jauh, sedemikian sehingga tentara dibariskan di Yogyakarta untuk mengantisipasi serangan pihak lain dan kapal juga dibariskan di pantai mewaspadai kondisi sulit."
Raffles seperti dikutip Clive Oppenheimer dalam makalahnya di jurnal Progress in Physical Geology pada 2003 melanjutkan, "Namum pada pagi hari berikutnya, abu tipis menghapus semua keraguan, dan seiring erupsi terus terjadi, suara terdengar begitu dekat, terdengar begitu dekat di setiap daerah sehingga dikaitkan dengan letusan gunung Merapi, Kelut, dan Bromo."
Orang yang tinggal di wilayah sekitar Tambora meminta pemerintah di Bima untuk melihat situasi. Pihak berwenang kemudian mengirim seseorang bernama Israel, tiba di sekitar Tambora pada 9 April 1815.
Tapi belum sempat penyelidikan dimulai, tanggal 10 April 1815 sekitar pukul 19.00 WITA, Tambora kembali mengamuk. Kali itu, erupsinya berlangsung kurang dari 3 jam namun dengan skala lebih besar. Letusannya menurut volcanic explosivity index mencapai skala 7 dari 8. Hanya gunung Toba yang meletus 74.000 tahun lalu dengan magnitudo 8 yang mengalahkannya.
Cerita terbaik kedahsyatan letusan pada malam datang dari Letnan Owen Phillip. Dia diutus Raffles ke Sumbawa membawa beras dan menyelidiki dampak letusan pada 5 April. Di Dompu, dia bertemu raja Sanggar yang ajaibnya selamat dari bencana letusan, mengungsi.
”Sekitar pukul 7 malam pada 10 April (1815), tiga kolom muncul dari puncak Gunung Tambora. (Semuanya terlihat berasal dari kawah) Setelah naik secara terpisah ke ketinggian, ketiga kolom bergabung secara aneh dan mengerikan," demikian Phillips menceritakan kemudian pada Raffles.
Phillip melanjutkan, "Dalam sekejap, seluruh bagian gunung di Sanggar tampak bagai cairan api, melebar ke segala arah. Api dan kolom asap terus saja membumbung hingga gelap sebab banyaknya material yang jatuh mengaburkannya sekitar pukul 8 malam."
Abu kemudian mulai turun antara pukul 9 hingga 10 malam. Kemudian, pohon-pohon yang tercerabut dari akarnya serta batu-batu raksasa mulai terlempar ke Sanggar antara pukul 10 hingga 11 malam. Stothers dalam makalahnya mengatakan, kolom erupsi mungkin musnah akibat massanya sendiri sebelum pukul 10 malam dan kaldera terbentuk pada saat yang sama.
Awan panas lalu turun gunung dan menerjang desa Tambora, meluluhlantakkannya. Lalu, angin ribut terjadi di Sanggar. Angin ribut yang terjadi sekitar 1 jam itu tak mencapai Bima yang terjarak 60 kilometer dari Tambora.
Material vulkanik mengalir ke lautan, menyebabkan tsunami. Gelombang tsunami dengan ketinggian 4 meter mencapai Sanggar pukul 10.00 malam. Gelombang menjalar hingga Besuki di Jawa bagian timur, mencapai wilayah itu dengan ketinggian sekitar 1 - 2 meter beberapa saat kemudian. Tsunami juga diperkirakan mencapai Madura dengan ketinggian 1 meter.
"Mawar laut setinggi hampir 12 kaki yang tak pernah terjadi sebelumnya menghantam Sanggar yang cuma seperti sebulir padi, menghanyutkan rumah dan apapun yang ada dalam jangkauannya," demikian cerita Phillip tentang tsunami.
Suara ledakan mulai terdengar pukul 11 malam. Setelah itu, suara tersebut tak berhenti hingga 15 April 1815. Suara terdengar hingga Cirebon, Bengkulu, Makassar, Ternate dan sejumlah wilayah Indonesia lainnya. Abu pun menghujani banyak kota.
Dalam The History of Java, Raffles menceritakan penafsiran koresponden dari Gresik tentang gemuruh dan abu. Menurut koresponden Gresik itu, banyak warga mengaitkan gelap dan abu akibat letusan Tambora sebagai peristiwa pernikahan Nyi Loro Kidul dengan putranya. Suara gemuruh adalah ucapan selamat dari prajuritnya dan abu adalah ampas senjatanya.
Kota Bima sendiri tetap gelap hingga pukul 12 siang pada 12 April 1815. Sementara di Makassar, hingga 11 April 1815 pukul 8.00, langit tetap gelap. Pada dasarnya, seluruh kota dalam radius 600 km terdampak oleh hujan abu dan letusan hingga gelap 2 hari.
Udara di sejumlah kota setelah letusan awalnya panas tetapi kemudian terasa dingin. Hingga wilayah Jakarta, dilaporkan bahwa udara berbau nitrogen. Di Tambora sendiri, asap masih terlihat hingga tanggal 23 April 1815. Sementara, getaran akibat aktivitas vulkanik masih terjadi hingga 23 Agustus 1815.
Letusan Tambora kali itu memangkas badannya sendiri. Semula berketinggian sekitar 4.300 meter, kini Tambora hanya 2.850 meter. Letusan juga mengakibatkan terbentuknya kaldera selebar 6 kilometer dan sedalam 600-an meter.
Begitulah letusan dahsyat itu terjadi tepat 200 tahun lalu. Setelah berlalu, saatnya kini mengambil pelajaran dari peristiwa itu. Indonesia rawan bencana gempa dan gunung api. Oleh karena itu, penting untuk mengenal gunung dan mewaspadainya. Hidup di gunung yang membawa kesuburan boleh, tetapi tidak mengabaikan risikonya.
Letusan Tambora sendiri berdampak besar pada iklim global saat itu. Tahun tanpa musim panas terjadi di Eropa. Gagal panen terjadi di China dan wabah melanda Amerika. Bagaimana cerita dampak itu? Simak di artikel berikutnya
Mass Ugiwlsi di Sungai Musi
TONGKAT T / TONFA
Tonfa adalah jenis senjata tongkat berasal dari Okinawa,
berbentuk sederhana, tongkat lurus dengan pegangan tegak lurus dekat salah satu
ujungnya. Alat ini sering kita lihat tergantung pada pinggang para aparat
kepolisian yang sedang bertugas mengatur lalu-lintas, yang melakukan pengamanan
demonstrasi ataupun yang menangani kerusuhan. Perlu diketahui bahwa alat ini
sebenarnya berasal dari Okinawa zaman kuno, tongkat sederhana yang akhirnya
berkembang menjadi senjata dalam beladiri selama berabad-abad.
Sejarah[sunting | ]
Dikatakan bahwa tonfa pada awalnya adalah pegangan kayu yang terdapat pada sisi dari gilingan (millstone) atau bagian dari kekang kayu pada kuda -- yang dapat dengan mudah dilepaskan dan dipasang kembali --, dan yang kemudian dikembangkan menjadi senjata saat petani-petani Jepang dilarang menggunakan senjata tradisional mereka. Sumber lain mengatakan bahwa jenis senjata ini memiliki sejarah yang lebih menarik jauh ke belakang ke masa seni beladiri Tiongkok, dan kemudian menyebar dalam budaya Indonesia dan Filipina. Jenis senjata ini juga terlihat di Thailand sebagai Mae Sun Sawk dengan sedikit perbedaannya.
Dikatakan bahwa tonfa pada awalnya adalah pegangan kayu yang terdapat pada sisi dari gilingan (millstone) atau bagian dari kekang kayu pada kuda -- yang dapat dengan mudah dilepaskan dan dipasang kembali --, dan yang kemudian dikembangkan menjadi senjata saat petani-petani Jepang dilarang menggunakan senjata tradisional mereka. Sumber lain mengatakan bahwa jenis senjata ini memiliki sejarah yang lebih menarik jauh ke belakang ke masa seni beladiri Tiongkok, dan kemudian menyebar dalam budaya Indonesia dan Filipina. Jenis senjata ini juga terlihat di Thailand sebagai Mae Sun Sawk dengan sedikit perbedaannya.
Zaman Okinawa kuno[]
Kobujutsu adalah teknik/seni pertarungan dengan senjata dari Okinawa. Saat ini, banyak teknik yang berorientsi pertarungan nyata (combat-oriented) atau sering disebut jutsu telah banyak digantikan oleh seni/teknik bela diri (martial way), atau disebut do. Begitu juga Kobudo terbentuk dari Kobujutsu. Kebanyakan senjata-senjata tongkat yang digunakan sebagai peralatan pertanian yang sederhana: contohnya bo, yaitu tongkat yang digunakan sebagai alat bantu saat berjalan, atau untuk menggantungkan dua beban/barang bawaan dan dipanggul di pundak (Bhs Jawa : pikulan). Eku adalah dayung nelayan. Dan di mana-mana nunchaku (double stick) digunakan sebagai alat pemukul untuk merontokkan padi.
Kobujutsu adalah teknik/seni pertarungan dengan senjata dari Okinawa. Saat ini, banyak teknik yang berorientsi pertarungan nyata (combat-oriented) atau sering disebut jutsu telah banyak digantikan oleh seni/teknik bela diri (martial way), atau disebut do. Begitu juga Kobudo terbentuk dari Kobujutsu. Kebanyakan senjata-senjata tongkat yang digunakan sebagai peralatan pertanian yang sederhana: contohnya bo, yaitu tongkat yang digunakan sebagai alat bantu saat berjalan, atau untuk menggantungkan dua beban/barang bawaan dan dipanggul di pundak (Bhs Jawa : pikulan). Eku adalah dayung nelayan. Dan di mana-mana nunchaku (double stick) digunakan sebagai alat pemukul untuk merontokkan padi.
Penduduk desa atau orang kebanyakan, dilarang memiliki senjata
yang lebih maju seperti pedang atau naginata, mengubah peralatan sehari-hari
untuk pertahanan atau pembelaan diri. Teknik-teknik yang dipakai dimasukkan
dalam kata, atau dalam rangkaian gerakan khusus, yang memungkinkan praktisi
kobudo untuk melatih dan mengembangkan pengetahuannya.
Teknik satu-tonfa[]
Tonfa sering digunakan sepasang, satu pada masing-masing tangan, kanan dan kiri. Dengan menggenggam handle dan tangkai (long end) dibalik lengan bagian bawah, penggunaan tonfa dapat diterapkan dengan teknik yang sama seperti teknik tangan kosong. Pada dasarnya, tonfa akan lebih memperpanjang siku penggunanya bila menggunakan pegangan handle. Dua senjata memungkinkan pemakai secara simultan menangkis dengan satu tonfa dan memukul dengan satu tonfa yang lain; kayu keras yang kuat dan padat dapat melindungi dari sabetan pedang.
Tonfa sering digunakan sepasang, satu pada masing-masing tangan, kanan dan kiri. Dengan menggenggam handle dan tangkai (long end) dibalik lengan bagian bawah, penggunaan tonfa dapat diterapkan dengan teknik yang sama seperti teknik tangan kosong. Pada dasarnya, tonfa akan lebih memperpanjang siku penggunanya bila menggunakan pegangan handle. Dua senjata memungkinkan pemakai secara simultan menangkis dengan satu tonfa dan memukul dengan satu tonfa yang lain; kayu keras yang kuat dan padat dapat melindungi dari sabetan pedang.
Teknik-teknik penggunaan tonfa cenderung tetap dan tidak banyak
berubah sampai tahun 1971, Lon Anderson mengembangkan teknik “satu-tonfa
(single-tonfa )” untuk anggota polisi. Mungkin alasan inilah yang menyebabkan
tonfa banyak dipakai saat ini.
Pada tahun 1971, Lon Anderson menggunakan tonfa untuk kinerja
kepolisian. Pada era ini Anderson mencoba mengembangkan untuk senjata pemukul
bagi polisi, alat pentungan (billy club), tongkat malam (night stick) dan
tongkat anti-kerusuhan (riot baton), semua itu pada dasarnya masih merupakan
alat pemukul. Monadnock Corporation of New Hampshire memproduksi tongkat
Prosecutor PR-24 pertama kali pada tahun 1974.
Tongkat dengan handle (side-handle baton) yang baru ini dengan
cepat menjadi popular di kawasan Amerika Serikat (USA). Kini, tidak asing lagi
jika melihat petugas patroli berkeliling dengan tonfa di pinggang, padahal
senjata ini banyak mengundang kontroversi saat pertama kali diperkenalkan. Saat
itu seni beladiri masih merupakan hal baru bagi kebanyakan orang.
Hal yang sama terjadi di Inggris ketika petugas polisi mulai
menggunakan tongkat dengan handle tersebut. Hal ini dikarenakan senjata baru
ini masih asing dan belum teruji saat itu. Setelah seni beladiri telah menjadi
hal yang sudah biasa, menerapkan senjata tradisional untuk alat modern menjadi
lebih mudah diterima. Teknik penggunaan tongkat dengan handle (side handle
baton ) ini mempunyai banyak kesamaan dengan penggunaan tonfa tradisional,
bedanya di sini menggunakan satu tonfa, sementara tangan yang satunya digunakan
untuk perlindungan atau memperkuat tangkisan dan pukulan.
Tongkat T di Indonesiar]
Tonfa, yang di Amerika Serikat disebut dengan Side Handle Baton (Tongkat dengan Pegangan) maka di Indonesia alat ini lebih dikenal dengan istilah “Tongkat T”.
Tonfa, yang di Amerika Serikat disebut dengan Side Handle Baton (Tongkat dengan Pegangan) maka di Indonesia alat ini lebih dikenal dengan istilah “Tongkat T”.
Tonfa (Tongkat T) merupakan salah satu jenis senjata yang
dipelajari di Institut Ju-Jitsu Indonesia. Teknik penggunaan tongkat T ini
dikembangkan oleh Brigadir Jendral Polisi Drs. DPM Sitompul, SH, MH (salah
seorang guru besar Institut Ju-Jitsu Indonesia) dan dijadikan alat perlengkapan
anggota Polri pada tahun 1999. Pada bulan Maret 2003 merespon permintaan Pusat
Pendidikan Tugas Umum Polri (Pusdik Gasum), Porong-Jawa Timur, maka teknik
penggunaannya digali dan dikembangkan kembali oleh Pengurus Daerah Institut
Ju-Jitsu Indonesia Jawa Timur (Pengda IJI Jatim). Dari studi pengembangan ini
dihasilkan metode pembelajaran teknik penggunaan tongkat T, yaitu diberikan
nama-nama gerakkan dasar (teknik dasar, pukulan, tangkisan, kuncian) yang
dimaksudkan untuk memudahkan latihan dan pengembangannya.
Selanjutnya, atas permintaan Panitia Peringatan HUT POLRI (Hari
Bhayangkara) ke-57 tahun 2003, disusun rangkaian gerakan, yaitu Kata I, Kata
II, Kata III dan beberapa teknik aplikasi. Rangkaian gerakan tersebut
diperagakan pada pelaksanaan upacara peringatan Hari Bhayangkara ke-57 (1 Juli
2003 di Lapangan Terbang Pondok Cabe, Tangerang) oleh 1000 personel, yaitu 500
orang siswa Secapa Polri angkatan ke XXX (Resimen Wira Astha Brata) dan 500
orang siswa Diktukta Pusdik Brimob Watukosek angkatan tahun 2003.
Bagian–bagian tonfa[ | ]
Bagian-bagian tonfa.
Seperti yang telah kami kemukakan di bagian terdahulu bentuk tongkat T cukup sederhana. Adapun bagian-bagiannya terdiri atas handle, long end, short end dan knop. Berikut adalah penjelasan istilah-istilah tersebut:
Seperti yang telah kami kemukakan di bagian terdahulu bentuk tongkat T cukup sederhana. Adapun bagian-bagiannya terdiri atas handle, long end, short end dan knop. Berikut adalah penjelasan istilah-istilah tersebut:
handle (pegangan) adalah bagian yang tegak lurus (membentuk
sudut 90 derajat) dengan masing – masing ujung tongkat. Sesuai dengan namanya
maka fungsi utama handle adalah untuk pegangan.
long end adalah bagian batang tongkat yang panjang (diukur dari titik temu pada pangkal handle sampai ujung tongkat). Bagian ini paling banyak digunakan dalam pembelaan diri, baik untuk menangkis maupun untuk melakukan penyerangan.
short end adalah bagian batang tongkat yang pendek. Meski tidak sebanyak bagian Long End bagian ini sering juga digunakan untuk melakukan tangkisan atau serangan. Jika dibandingkan dengan Long End, bagian ini masih lebih memungkinkan digunakan untuk pegangan. Meski demikian pegangan pada handle adalah yang paling utama karena paling efektif dan efisien.
knop adalah bagian tongkat yang berbentuk agak bulat (setengah bulat /berupa benjolan) yang terletak pada ujung handle. Fungsi sebenarnya adalah untuk penahan agar pegangan tangan pada tongkat (handle) tidak mudah lepas. Walau demikian dari hasil studi pengembangan oleh I.J.I Pengda Jatim, knop dapat juga digunakan untuk melakukan penyerangan.
long end adalah bagian batang tongkat yang panjang (diukur dari titik temu pada pangkal handle sampai ujung tongkat). Bagian ini paling banyak digunakan dalam pembelaan diri, baik untuk menangkis maupun untuk melakukan penyerangan.
short end adalah bagian batang tongkat yang pendek. Meski tidak sebanyak bagian Long End bagian ini sering juga digunakan untuk melakukan tangkisan atau serangan. Jika dibandingkan dengan Long End, bagian ini masih lebih memungkinkan digunakan untuk pegangan. Meski demikian pegangan pada handle adalah yang paling utama karena paling efektif dan efisien.
knop adalah bagian tongkat yang berbentuk agak bulat (setengah bulat /berupa benjolan) yang terletak pada ujung handle. Fungsi sebenarnya adalah untuk penahan agar pegangan tangan pada tongkat (handle) tidak mudah lepas. Walau demikian dari hasil studi pengembangan oleh I.J.I Pengda Jatim, knop dapat juga digunakan untuk melakukan penyerangan.
Bahan pembuat tonfa[ | ]
Jika pada zaman Okinawa kuno bahan pembuat tonfa adalah kayu dewasa ini seringkali telah diganti dengan bahan-bahan sintetis, di antaranya adalah Polypropylen dan modifikasi dari Polycarbonat.
Jika pada zaman Okinawa kuno bahan pembuat tonfa adalah kayu dewasa ini seringkali telah diganti dengan bahan-bahan sintetis, di antaranya adalah Polypropylen dan modifikasi dari Polycarbonat.
Teknik penggunaan tonfa | ]
Salah satu seni beladiri yang memanfaatkan tonfa adalah Ju-Jitsu. Di mana dalam filosofi Ju-Jitsu segala sesuatu yang ada bisa menjadi senjata. Selanjutnya suatu senjata akan dapat digunakan untuk menyerang bukan hanya pada sisi tajamnya saja. Demikian pula suatu senjata yang berada di tangan seorang Ju-Jitsan (siswa Ju-Jitsu) akan dapat digunakan untuk menyerang dari sisi manapun bagian senjata tersebut.
Salah satu seni beladiri yang memanfaatkan tonfa adalah Ju-Jitsu. Di mana dalam filosofi Ju-Jitsu segala sesuatu yang ada bisa menjadi senjata. Selanjutnya suatu senjata akan dapat digunakan untuk menyerang bukan hanya pada sisi tajamnya saja. Demikian pula suatu senjata yang berada di tangan seorang Ju-Jitsan (siswa Ju-Jitsu) akan dapat digunakan untuk menyerang dari sisi manapun bagian senjata tersebut.
Tonfa atau Tongkat T memiliki tiga bagian penting yang dapat
dijadikan pegangan yang sekaligus ujung serangan yaitu : handle, short end dan
long end.
Teknik penggunaan tonfa dapat dibuat sangat sederhana/mudah,
karena itu memungkinkan untuk diajarkan dengan cepat untuk calon polisi baru.
Dengan memegang handle, bagian ujung yang panjang (long end) dari tangkainya
diletakkan dibalik lengan bagian bawah, pemakai tonfa dapat memperkuat
lengannya dan melakukan gerakan tangkisan atau pukulan seperti biasa.
Apabila hanya menggunakan satu tonfa, tangan yang tidak memegang
tonfa dapat digunakan untuk melindungi kepala atau untuk memperkuat pukulan,
tusukan atau sodokan.
Teknik pukulan yang lebih lanjut dengan mengendorkan genggaman
pada handle dan mengayunkan ujung panjang (long end) dari tangkai tongkat
dengan lintasan melengkung, untuk memukul sasaran pada jarak menengah. Serangan
ayunan (swing) ini dapat dikombinasikan secara berantai, tergantung pada
pukulannya dengan maju dan mundur, atau membentuk lintasan angka delapan.
Dalam hal ini teknik pegangan difokuskan pada Teknik pegangan
Handle yang merupakan pegangan utama (first-use). Karena pegangan ini mempunyai
efektifitas paling tinggi, serta mudah untuk dipelajari bagi anggota
kepolisian, dan dalam penampilannya pegangan ini bagi anggota Polri yang
bertugas di lapangan menghindarkan kesan arogansi.
Cara memegang akan sangat menentukan bentuk serangan. Bagi
aparat kepolisian dalam melaksanakan tugas di lapangan cara memegang tongkat T
tidak pada Handle-nya akan menghasilkan teknik pukulan yang hanya akan
mengarahkan aparat petugas berpenampilan arogansi.
Tonfa memang jarang ada
dalam film, tidak seperti nunchaku. Tetapi sebenarnya senjata ini jauh lebih
praktis, lebih mudah dipelajari penggunaannya dan bentuknya sederhana. Meskipun
demikian, teknik penggunaan tonfa yang lebih lanjut, lebih maju dan lebih
tinggi lagi masih merupakan tantangan bagi para praktisi beladiri yang telah
berpengalaman. Karakteristik inilah yang mendorong IJI Pengda Jatim menggali
dan mengembangkan tonfa untuk aplikasi yang lebih luas.
Jumat, 21 November 2014
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Telaga Sarangan, Wisata Mempesona di Kaki Gunung Lawu Oleh Anida Etikawati (3 Januari 2011) Hasil ekspedisi ke Telaga Sarangan, 1 Januari 20...
-
Kematian di Tangan Narendro Ludiro Seto PARAMITANakula dan Sadewa menghadap Prabu Salya setelah keduanya mengetahui Salya diangkat sebagai ...