Blog ini dibuat semata mata hanya untuk penyaluran hoby dan persahabatan tidak bermaksud merugikan pihak lain dan ataupun melanggar undang undang, terima kasih atas kunjunganya.
Wikipedia
Hasil penelusuran
Rabu, 19 Januari 2011
TELAGA SARANGAN INDONESIA
Telaga Sarangan, Wisata Mempesona di Kaki Gunung Lawu
Oleh Anida Etikawati (3 Januari 2011)
Hasil ekspedisi ke Telaga Sarangan, 1 Januari 2011.
Telaga Sarangan terletak di kaki Gunung Lawu, Kelurahan Sarangan, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, sekitar 20 km dari pusat kota Magetan, Jawa Timur. Tempatnya sejuk, cenderung dingin dan berkabut. Nama lain dari telaga ini adalah Telaga Pasir. Hal ini berkaitan dengan cerita asal mula Telaga Sarangan. Konon, dahulu hidup sepasang suami-istri bernama Kyai Pasir dan Nyai Pasir. Mereka hidup di kaki Gunung Lawu. Pada suatu hari, Kyai Pasir menemukan sebutir telur di bawah pohon yang akan ditebangnya. Telur itu kemudian dibawa pulang, dan dimasak oleh istrinya. Setelah matang, separuh telur dimakan oleh Kyai Pasir, dan separuhnya dimakan oleh Nyai Pasir. Setelah memakannya, Kyai Pasir menuju ke ladang untuk bertanam. Namun dalam perjalanan ke ladang, tubuhnya terasa panas, kaku, dan sakit. Akhirnya Kyai Pasir rebah dan berguling-guling di tanah. Tiba-tiba wujudnya berubah menjadi ular naga yang besar. Hal ini juga dialami oleh Nyai Pasir. Kedua naga itu akhirnya tetap berguling-guling, menyebabkan cekungan di tanah. Cekungan itu semakin lama semakin dalam, dan tiba-tiba tersembur air yang cukup besar di dalamnya. Dalam sekejap, cekungan itu sudah dipenuhi air, dan berubah menjadi telaga. Telaga inilah yang dikenal dengan Telaga Pasir atau Telaga Sarangan. Setahun sekali, pada hari Jumat Pon bulan Ruwah, di telaga ini diadakan acara Larung Tumpeng. Upacara ini dilakukan sebagai bentuk ungkapan syukur masyarakat desa. Dalam upacara ritual ini, warga melarung persembahan atau sesaji ke tengah telaga. Selain telaga, Anda juga bisa menikmati obyek wisata air terjun Tirtosari di Telaga Sarangan.
Di sepanjang jalan dari pusat kota Magetan menuju Telaga Sarangan, Anda akan disuguhi pemandangan yang indah. Di kanan-kiri jalan terlihat hamparan sawah dan ladang penduduk. Jalannya berkelok-kelok dan naik. Namun Anda tak perlu khawatir, karena keadaan jalannya cukup baik, tidak rusak dan bergelombang. Tapi Anda juga harus tetap berhati-hati, karena terkadang ada kendaraan yang tidak kuat naik, sehingga mogok di tengah jalan. Sebelum tiba di Telaga Sarangan, Anda akan melewati Telaga Wurung. Telaga Wurung ini adalah tempat bagi mereka yang gemar memancing ikan. “Wurung” sendiri berasal dari bahasa Jawa yang artinya “batal”. Konon, jika sepasang kekasih melewati jalan ini, maka diyakini jalinan cintanya akan berakhir (wurung menikah).
Tiba di Telaga Sarangan, Anda akan dikenai tiket masuk sebesar Rp 4.000 untuk dewasa, dan Rp 3.000 untuk anak-anak. Cukup murah mengingat di sini ada 2 obyek wisata sekaligus, telaga dan air terjun. Meski tidak begitu luas, namun di tengah telaga terdapat pulau kecil. Entah apa yang ada di dalamnya, yang jelas pulau tersebut tidak dibuka untuk wisatawan. Di sebelah barat telaga, terdapat hutan pinus yang banyak dihuni oleh kera liar. Jika sepi, kera-kera banyak yang turun ke jalan. Di telaga ini ada beberapa pilihan yang dapat Anda nikmati. Untuk wisata air, Anda dapat naik perahu boat mengelilingi telaga. Anda dapat menikmati indahnya telaga dan merasakan segarnya air telaga. Paket yang ditawarkan ada 2 macam, 1 kali putaran dengan biaya Rp 40.000 atau 3 kali putaran dengan biaya Rp 100.000. 1 perahu boat dapat dinaiki 4-5 orang dewasa. Untuk wisata darat, Anda dapat naik kuda mengelilingi telaga. Satu kali putaran Anda akan dikenai biaya Rp 40.000. Jika Anda hobi berolahraga, Anda bisa berjalan kaki mengelilingi Telaga Sarangan dengan keliling sekitar 1,5 km. Di sepanjang jalan, Anda dapat menikmati keindahan panorama alam Gunung Lawu. Jika Anda belum lelah berjalan, Anda bisa melanjutkan perjalanan ke air terjun Tirtosari. Anda tidak perlu khawatir, karena jalan menuju air terjun Tirtosari ini relatif mudah dilewati. Pintu masuknya terdapat di sebelah barat telaga, ditandai dengan patung pesawat di bagian depannya. Perjalanan menuju air terjun Tirtosari ini berjarak sekitar 2,5 km. Jika Anda lelah, perjalanan awal sejauh 1,5 km dapat Anda lalui dengan naik kuda, namun 1 km berikutnya perjalanan hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki. Di sepanjang jalan Anda akan disuguhi pemandangan indah kebun sayur penduduk.
Lelah berjalan, Anda bisa menikmati kuliner di Telaga Sarangan. Yang paling terkenal adalah Sate Kelinci. Anda tidak usah bingung di mana mencarinya, karena di sepanjang telaga banyak penjual Sate Kelinci yang siap melayani Anda. Data dari Dinas Pariwisata Magetan mencatat, sedikitnya terdapat 140 pedagang sate kelinci yang berjualan di sekitar kawasan Telaga Sarangan. Satu porsi Sate Kelinci berisi 10 tusuk sate dan lontong dijual dengan harga Rp 10.000. Sate kelinci memiliki tekstur daging yang berserat halus dan warna sedikit pucat, sehingga rasanya lebih lembut dan gurih saat dikunyah. Dengan beralaskan tikar menghadap ke telaga, Sate Kelinci terasa bertambah nikmat. Selain Sate Kelinci, banyak pedagang keliling yang menawarkan kacang rebus, jagung rebus, keripik, dll.
Di pinggir telaga, banyak pedagang tanda mata yang berjualan. Mulai dari kaos bertuliskan Telaga Sarangan, sampai kerajinan anyaman juga disediakan. Di sisi lain terdapat pedagang sayur dan buah-buahan segar. Untuk masalah penginapan, Anda tidak perlu khawatir. Di pinggir telaga, banyak hotel yang ditawarkan, mulai dari hotel melati, sampai hotel berbintang.
Jika Anda ingin menikmati obyek wisata Telaga Sarangan, sebaiknya jangan berkunjung pada musim liburan. Dengan banyaknya pengunjung, Anda tidak akan dapat leluasa menikmati keindahan alamnya. Ini saya alami sendiri ketika hari Sabtu, 1 Januari 2011 kemarin berkunjung ke sana. Untuk berjalan mengelilingi telaga saya harus berdesakan dengan pengunjung lain. Belum lagi harus berkali-kali berhenti karena banyak kuda yang berlalu-lalang. Selain itu, jalan menuju Telaga Sarangan biasanya macet, karena jalan tersebut juga merupakan jalan alternatif ke kota Solo.
Kategori: Buatan Pointer, Jelajah Budaya
Topik:
SENI DAN BUDAYA ASLI INDONESIA
REOG PONOROGO dan WAROK
Indotoplist.com : Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok Warok dan Gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat Reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu bukti budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.
Sejarah Reog Ponorogo
Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bra Kertabumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir.
Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya.
Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya.
Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono, Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan 'kerasukan' saat mementaskan tariannya.
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.
Warok
Warok sampai sekarang masih mendapat tempat sebagai sesepuh di masyarakatnya. Kedekatannya dengan dunia spiritual sering membuat seorang warok dimintai nasehatnya atas sebagai pegangan spiritual ataupun ketentraman hidup. Seorang warok konon harus menguasai apa yang disebut Reh Kamusankan Sejati, jalan kemanusiaan yang sejati.
Warok adalah pasukan yang bersandar pada kebenaran dalam pertarungan antara kebaikan dan kejahatan dalam cerita kesenian reog. Warok Tua adalah tokoh pengayom, sedangkan Warok Muda adalah warok yang masih dalam taraf menuntut ilmu. Hingga saat ini, Warok dipersepsikan sebagai tokoh yang pemerannya harus memiliki kekuatan gaib tertentu. Bahkan tidak sedikit cerita buruk seputar kehidupan warok. Warok adalah sosok dengan stereotip: memakai kolor, berpakaian hitam-hitam, memiliki kesaktian dan gemblakan.Menurut sesepuh warok, Kasni Gunopati atau yang dikenal Mbah Wo Kucing, warok bukanlah seorang yang takabur karena kekuatan yang dimilikinya.
Warok adalah orang yang mempunyai tekad suci, siap memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. “Warok itu berasal dari kata wewarah. Warok adalah wong kang sugih wewarah. Artinya, seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik”.“Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa” (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).
Syarat menjadi Warok
Warok harus menjalankan laku. “Syaratnya, tubuh harus bersih karena akan diisi. Warok harus bisa mengekang segala hawa nafsu, menahan lapar dan haus, juga tidak bersentuhan dengan perempuan. Persyaratan lainnya, seorang calon warok harus menyediakan seekor ayam jago, kain mori 2,5 meter, tikar pandan, dan selamatan bersama. Setelah itu, calon warok akan ditempa dengan berbagai ilmu kanuragan dan ilmu kebatinan. Setelah dinyatakan menguasai ilmu tersebut, ia lalu dikukuhkan menjadi seorang warok sejati. Ia memperoleh senjata yang disebut kolor wasiat, serupa tali panjang berwarna putih, senjata andalan para warok.
Warok sejati pada masa sekarang hanya menjadi legenda yang tersisa. Beberapa kelompok warok di daerah-daerah tertentu masih ada yang memegang teguh budaya mereka dan masih dipandang sebagai seseorang yang dituakan dan disegani, bahkan kadang para pejabat pemerintah selalu meminta restunya.
Gemblakan
Selain segala persyaratan yang harus dijalani oleh para warok tersebut, selanjutnya muncul disebut dengan Gemblakan.Dahulu warok dikenal mempunyai banyak gemblak, yaitu lelaki belasan tahun usia 12-15 tahun berparas tampan dan terawat yang dipelihara sebagai kelangenan, yang kadang lebih disayangi ketimbang istri dan anaknya. Memelihara gemblak adalah tradisi yang telah berakar kuat pada komunitas seniman reog. Bagi seorang warok hal tersebut adalah hal yang wajar dan diterima masyarakat. Konon sesama warok pernah beradu kesaktian untuk memperebutkan seorang gemblak idaman dan selain itu kadang terjadi pinjam meminjam gemblak.
Biaya yang dikeluarkan warok untuk seorang gemblak tidak murah. Bila gemblak bersekolah maka warok yang memeliharanya harus membiayai keperluan sekolahnya di samping memberinya makan dan tempat tinggal. Sedangkan jika gemblak tidak bersekolah maka setiap tahun warok memberikannya seekor sapi.Dalam tradisi yang dibawa oleh Ki Ageng Suryongalam, kesaktian bisa diperoleh bila seorang warok rela tidak berhubungan seksual dengan perempuan. Hal itu konon merupakan sebuah keharusan yang berasal dari perintah sang guru untuk memperoleh kesaktian.
Kewajiban setiap warok untuk memelihara gemblak dipercaya agar bisa mempertahankan kesaktiannya. Selain itu ada kepercayaan kuat di kalangan warok, hubungan intim dengan perempuan biarpun dengan istri sendiri, bisa melunturkan seluruh kesaktian warok. Saling mengasihi, menyayangi dan berusaha menyenangkan merupakan ciri khas hubungan khusus antara gemblak dan waroknya. Praktik gemblakan di kalangan warok, diidentifikasi sebagai praktik homoseksual karena warok tak boleh mengumbar hawa nafsu kepada perempuan.
Saat ini memang sudah terjadi pergeseran dalam hubungannya dengan gemblakan. Di masa sekarang gemblak sulit ditemui. Tradisi memelihara gemblak, kini semakin luntur. Gemblak yang dahulu biasa berperan sebagai penari jatilan (kuda lumping), kini perannya digantikan oleh remaja putri. Padahal dahulu kesenian ini ditampilkan tanpa seorang wanita pun.
Reog di masa sekarang
Seniman Reog Ponorogo lulusan sekolah-sekolah seni turut memberikan sentuhan pada perkembangan tari reog ponorogo. Mahasiswa sekolah seni memperkenalkan estetika seni panggung dan gerakan-gerakan koreografis, maka jadilah reog ponorogo dengan format festival seperti sekarang. Ada alur cerita, urut-urutan siapa yang tampil lebih dulu, yaitu Warok, kemudian jatilan, Bujangganong, Klana Sewandana, barulah Barongan atau Dadak Merak di bagian akhir. Saat salah satu unsur tersebut beraksi, unsur lain ikut bergerak atau menari meski tidak menonjol.
Beberapa tahun yang lalu Yayasan Reog Ponorogo memprakarsai berdirinya Paguyuban Reog Nusantara yang anggotanya terdiri atas grup-grup reog dari berbagai daerah di Indonesia yang pernah ambil bagian dalam Festival Reog Nasional. Reog ponorogo menjadi sangat terbuka akan pengayaan dan perubahan ragam geraknya.
Sumber : exploremyindonesia.blogspot.com, wisata-kami.blogspot.com, Foto: ariesaksono.wordpress.com
Senin, 17 Januari 2011
MAGETAN LAGI BERSOLEK
2/10/09Mutiara Lawu Nan Lagi Bersolek
Secara administratif, Magetan merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah di sebelah barat, Kabupaten Ngawi di sebelah Utara, Kabupaten Madiun di sebelah Timur dan Kabupaten Ponorogo di sebelah selatan dengan luas wilayah 662,70 Km 2.
Pariwisata
Selama satu dekade terakhir sektor ini menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya. Telaga Sarangan adalah penyumbang pendapatan terbesar dari sektor ini. Setiap tahunnya tidak kurang dari setengah juta wisatawan domestik maupun mancanegara berduyun-duyun datang ke telaga legendaris yang sudah dikenal sejak zaman kolonial.
Memang tidak bisa dipungkiri, selain fasilitasnya yang cukup representatif, letak strategis, serta sarana dan prasarana memadai, telaga ini juga menawarkan wisata minat khusus yang yaitu wisata Puncak Lawu yang berketinggian 3.625 m dari permukaan air laut. Jika anda berminat menguji nyali dan menambah pengalaman spiritual Puncak Lawu adalah tempat yang amat cocok. Tempat ini pada masa lalu adalah bekas pelarian Prabu Brawijaya V yang melarikan diri dari serangan Demak yang sudah terkalahkan oleh pengaruh Islam. Sampai sekarang pun peninggalan Prabu Brawijaya atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Lawu ini masih berdiri dengan tegak yang diantaranya adalah Argo Dumilah, Guo Segolo-golo, Lumbung Selayur, Pasar Diyeng, dst.
angka kunjungan ke wilayah Puncak Lawu ini selalu melonjak di bulan Syuro tepatnya pada malam 1 Muharram dimana para pengikut atau orang yang percaya akan kekuatan magis berdatangan untuk meminta berkah secara langsung kepada si penguasa Lawu ini.
Selain fasilitas akomodasi hotel, vila dan bungalow, Telaga Sarangan juga melengkapi diri dengan berkembangnya persewaan perahu air, kuda wisata, pasar wisata serta area parkir yang luas. Puncak kunjungan wisatawan ke telaga ini adalah saat diadakannya acara tahunan bertajuk, Labuh Sesaji. Upacara yang sering juga disebut dengan Larung Tumpeng Gono Bahu ini diadakan setiap minggu terakhir di bulan Sya’ban di hari Jumat Pon (penanggalan Jawa).
Selain Sarangan, Magetan juga mempunyai telaga alternatif yang tidak kalah menarik yaitu Telaga Wahyu yang terletak di jalan utama yang menghubungkan kota Magetan dan Sarangan. Air terjun Banyumas, Air Terjun Jarakan, Air Terjun Ngancar, Air Terjun Pundak Kiwo, dan Air Terjun Watu ondo adalah lima air terjun yang sedang dikembangkan. Bagi wisatawan yang menyukai barang-barang kerajinan dan seni, maka kota Magetan adalah tempatnya. Kota kecil nan asri ini mempunyai sentra industri kerajinan kulit , tepatnya di kawasan Selosari. Hasil kerajinan utamanya adalah sepatu, sandal, jaket, tas, topi, dompet dan ikat pinggang. karena produk yang berkualitas dan model produk yang bervariatif, produk kerajinan dan penyamakan kulit Magetan telah mampu menembus pasar mancanegara sehingga menjadikan kota Magetan sebagai "Kota Kulit". bagi petualang kuliner maka tempat rujukan utama yang wajib dikunjungi adalah Ayam Panggang Gandu yang terletak 12 km arah timur kota Magetan. Ayam Panggang Gandu telah mencuri perhatian para pejabat provinsi dan pusat serta arits ibukota untuk mencicipinya. suasana nan asri dan ditambah dengan suara perajin gamelan yang lagi berkarya menjadi sesuatu yang tidak bisa ditemui di daerah lain. Ayam Panggang Gandu terletak di Desa Gandu Kecamatan Karangrejo.
tak lengkap rasanya kunjungan Anda jika tidak melihat langsung peninggalan warisan budaya di daerah ini. Candi Sadon adalah satu candi yang paling terawat dan dikenal diantara puluhan situs yang ditemukan. candi ini berbentuk menyerupai Reog Ponorogo dan terletak di Desa Cepoko Kecamatan Panekan. tempat wisata yang juga lagi dikembangkan adalah sentra agrobisnis strawberi di Cemorosewu, sentra sayur mayur di Plaosan dan sentra batik tulis di Desa Sidomukti Kecamatan Plaosan.
Pertanian
Masih ada sisi menarik lain dari Magetan selain potensi wisata. Daerah ini adalah sentra tingkat nasional jeruk pamelo (Citrus grandis) atau dikenal sebagai jeruk Bali terbesar di Indonesia. Asal mula nama itu mungkin dikaitkan dengan tiga varietas jeruk pamelo, yaitu pamelo nambangan, pamelo srinyonya, dan jeruk bali merah. Yang terakhir, sekarang dikenal dengan nama pamelo magetan. Ketiga varietas memiliki sentra tanam di Magetan. Sebagai pusat jeruk pamelo, komoditas pertanian unggulan Magetan ini juga memasok kebutuhan di Indonesia. Konsumen bisa mendapatkannya di pengecer atau supermarket, biasanya supermarket di kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Bali. Hingga saat ini, negosiasi langsung antara supermarket dan petani atau pemda setempat belum ada. Mereka masih mendapat pesanan melalui pedagang besar yang juga membeli dari pedagang pengumpul. Mata rantai perdagangan jeruk pamelo khususnya, dan komoditas unggulan lain umumnya di Magetan yang cukup panjang menjadi kendala peningkatan pendapatan petani. Harga di tingkat petani sampai ke tangan konsumen memiliki rentang yang cukup tinggi. Selain dalam negeri, beberapa negara, seperti Thailand, Afrika, RRC, India, dan Australia, juga menyukai buah yang beratnya bisa mencapai 1,5 hingga 2 kg. Namun, mereka tak membeli dari Indonesia karena jeruk ini sudah dibudidayakan di negara-negara itu.
Dari 16 kecamatan di Magetan, 4 kecamatan, yaitu Bendo, Takeran, Sukomoro, dan Kawedanan atau yang sering disingkat Beta Suka, pusat penanaman jeruk pamelo. Di kecamatan-kecamatan ini pemandangan yang umum terlihat di pekarangan rumah adalah pohon-pohon jeruk. Tiap rumah rata-rata memiliki di atas dua pohon jeruk pamelo. Komoditas jeruk yang penanamannya dimulai sekitar tahun 1950 itu menjadi ciri bagi penduduk di daerah ini khususnya, dan Kabupaten Magetan umumnya. Rasanya tak sah berkunjung ke Magetan tanpa membawa oleh-oleh jeruk pamelo. sejak sepuluh tahun terakhir pemerintah setempat tidak hanya menjual jeruknya saja akan tetapi sudah dikembangkan diversifikasi produk diantaranya adalah sirup jeruk dan Kormelo "Korma Pamelo". keberadaan industri kecil ini mampu memberikan tambahan penghasilan bagi penduduk di tengah krisis ekonomi yang belum juga membaik. pemasaran kormelo ini sudah memasuki pasar Jakarta dan Surabaya. Karena produksi jeruk yang sedemikian besar dan tumbuhnya industri pengolahan jeruk maka tak salah jika Magetan mendapat julukan sebagai "Bumi Jeruk Pamelo".
Produksi jeruk ketiga varietas pada tahun 2002 sebanyak 25.032 ton, naik sekitar 12 persen dari tahun sebelumnya, 22.335 ton. Terakhir, sedang diupayakan menjalin kerja sama dengan hipermarket besar di Jakarta dan Bandung agar memasok jeruk pamelo berhubungan langsung ke petani. Selain jeruk, masih ada potensi tanaman pangan lain di Magetan. Kondisi wilayah ini cocok untuk pengembangan hortikultura dan tanaman pertanian lainnya. Wilayahnya yang terbagi atas pegunungan dan dataran rendah masing- masing memiliki tingkat kesuburan berbeda. Daerah pegunungan subur ada di Kecamatan Plaosan dengan produk pertanian utamanya sayur-sayuran, seperti kubis, kentang, bawang merah, dan wortel. Adapun dataran rendah yang subur berpusat di Kecamatan Barat, Kartoharjo, Karangrejo, dan Takeran yang banyak memproduksi buah-buahan, seperti mangga, pepaya, dan nangka.
keseriusan pemerintah dalam mengembangkan kawasan agrobisnis terpadu di daerah ini nampaknya harus cepat direalisasikan jika ingin mempercepat pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya dapat memperbaiki mutu sumber daya manusia Magetan yang terbilang cukup rendah.
Mayoritas penduduk Magetan yang bermata pencaharian petani semakin mencirikan keagrarisan wilayah ini. Dari sekitar 454.000 tenaga kerja, 64 persen menggeluti usaha pertanian. Luas lahan pertanian tanaman pangan sekitar 77 hektar dan perkebunan sekitar 5.000 hektar. Masih cukup luas areal untuk pengembangan sektor agraris di wilayah yang luasnya 688.850 hektar ini. Potensi pertanian yang menantang untuk dikembangkan ini sayangnya belum mampu mendongkrak penghasilan penduduk Kabupaten Magetan. Sejak tahun 1999 pendapatan per kapita penduduk tiap tahun tak beranjak dari angka dua jutaan rupiah. Tahun 2002, Rp 2,77 juta, tahun sebelumnya Rp 2,48 juta. Padahal, rata-rata pendapatan per kapita provinsi Rp 5,06 juta di tahun 2001 dan tahun berikutnya naik 14,92 persen menjadi Rp 5,81 juta. Mungkin butuh penanganan lebih serius untuk memajukan bidang lainnya, selain pertanian, agar pendapatan semakin meningkat. Pariwisata, misalnya, yang jelas-jelas sangat berpeluang untuk menambah kas daerah dan juga ekonomi rakyat.
Keseriusan Pemerintah Kabupaten Magetan juga dibutuhkan untuk meningkatkan ekonomi penduduk selain mengatrol kas daerah. Untuk mengefektifkan sumber-sumber pendapatan, tentu butuh dana. Artinya, alokasi dana mestinya paling besar atau minimal lebih besar di antara sektor lainnya. Dari rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2003 Kabupaten Magetan, terlihat dari belanja pembangunan, sektor yang mendapat kucuran dana paling besar adalah aparatur pemerintah dan pengawasan, 35 persen dari total Rp 82,3 miliar. Sektor perdagangan Rp 11,05 miliar atau sekitar 13 persen. Pertanian dan pariwisata masing-masing lima dan 0,4 persen. Rasanya butuh banyak jalan menjaring dana guna mengembangkan kedua sektor ini.
Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten Magetan menempati wilayah yang cukup strategis dilihat dari segi apapun. kabupaten ini adalah wilayah provinsi jawa timur yang berbatasan langsung dengan wilayah provinsi jawa tengah yang dibatasi oleh gunung lawu. kabupaten ini juga menghubungkan jalan negara Surabaya-Yogyakarta yang amat sibuk lalu lintasnya. sejak dahulu kala daerah ini sudah dikenal kompeni maupun penjajah asing.
dewasa ini telah dibangun jalan baru cemorosewu, Magetan-Tawangmangu, Karanganyar yang menghubungkan dua tempat wisata unggulan, telaga sarangan dan air terjun grojogan sewu. dibukanya jalur ini juga memungkinkan untuk meramaikan jalur transportasi kota Magetan ke kota-kota di jawa tengah dan jawa timur. proyek ini tentu saja membawa perubahan yang berarti di sektor industri dan perdagangan. jika selama ini produk-produk unggulan magetan dipasarkan lewat kota madiun atau ponorogo dahulu maka setelah proyek ini berjalan lalu lintas perdagangan dengan begitu mudahnya terhubungkan dengan kota solo ataupun jogja dari arah barat. pembangunan jalan ini juga turut memperkecil keterisolasian yang selama ini dirasakan oleh warga. melalui proyek ini lalu lintas perdagangan magetan akan semakin maju dan berkembang.
Oleh
Agung Setiyo Wibowo
Alumni SMA POMOSDA Nganjuk
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Paramadina Jakarta
Bagus Magetan 2007
Posted by grandsaint on 2/10/2009 04:25:00 PM 0 comments:
Secara administratif, Magetan merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah di sebelah barat, Kabupaten Ngawi di sebelah Utara, Kabupaten Madiun di sebelah Timur dan Kabupaten Ponorogo di sebelah selatan dengan luas wilayah 662,70 Km 2.
Pariwisata
Selama satu dekade terakhir sektor ini menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar dibandingkan dengan sektor lainnya. Telaga Sarangan adalah penyumbang pendapatan terbesar dari sektor ini. Setiap tahunnya tidak kurang dari setengah juta wisatawan domestik maupun mancanegara berduyun-duyun datang ke telaga legendaris yang sudah dikenal sejak zaman kolonial.
Memang tidak bisa dipungkiri, selain fasilitasnya yang cukup representatif, letak strategis, serta sarana dan prasarana memadai, telaga ini juga menawarkan wisata minat khusus yang yaitu wisata Puncak Lawu yang berketinggian 3.625 m dari permukaan air laut. Jika anda berminat menguji nyali dan menambah pengalaman spiritual Puncak Lawu adalah tempat yang amat cocok. Tempat ini pada masa lalu adalah bekas pelarian Prabu Brawijaya V yang melarikan diri dari serangan Demak yang sudah terkalahkan oleh pengaruh Islam. Sampai sekarang pun peninggalan Prabu Brawijaya atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Lawu ini masih berdiri dengan tegak yang diantaranya adalah Argo Dumilah, Guo Segolo-golo, Lumbung Selayur, Pasar Diyeng, dst.
angka kunjungan ke wilayah Puncak Lawu ini selalu melonjak di bulan Syuro tepatnya pada malam 1 Muharram dimana para pengikut atau orang yang percaya akan kekuatan magis berdatangan untuk meminta berkah secara langsung kepada si penguasa Lawu ini.
Selain fasilitas akomodasi hotel, vila dan bungalow, Telaga Sarangan juga melengkapi diri dengan berkembangnya persewaan perahu air, kuda wisata, pasar wisata serta area parkir yang luas. Puncak kunjungan wisatawan ke telaga ini adalah saat diadakannya acara tahunan bertajuk, Labuh Sesaji. Upacara yang sering juga disebut dengan Larung Tumpeng Gono Bahu ini diadakan setiap minggu terakhir di bulan Sya’ban di hari Jumat Pon (penanggalan Jawa).
Selain Sarangan, Magetan juga mempunyai telaga alternatif yang tidak kalah menarik yaitu Telaga Wahyu yang terletak di jalan utama yang menghubungkan kota Magetan dan Sarangan. Air terjun Banyumas, Air Terjun Jarakan, Air Terjun Ngancar, Air Terjun Pundak Kiwo, dan Air Terjun Watu ondo adalah lima air terjun yang sedang dikembangkan. Bagi wisatawan yang menyukai barang-barang kerajinan dan seni, maka kota Magetan adalah tempatnya. Kota kecil nan asri ini mempunyai sentra industri kerajinan kulit , tepatnya di kawasan Selosari. Hasil kerajinan utamanya adalah sepatu, sandal, jaket, tas, topi, dompet dan ikat pinggang. karena produk yang berkualitas dan model produk yang bervariatif, produk kerajinan dan penyamakan kulit Magetan telah mampu menembus pasar mancanegara sehingga menjadikan kota Magetan sebagai "Kota Kulit". bagi petualang kuliner maka tempat rujukan utama yang wajib dikunjungi adalah Ayam Panggang Gandu yang terletak 12 km arah timur kota Magetan. Ayam Panggang Gandu telah mencuri perhatian para pejabat provinsi dan pusat serta arits ibukota untuk mencicipinya. suasana nan asri dan ditambah dengan suara perajin gamelan yang lagi berkarya menjadi sesuatu yang tidak bisa ditemui di daerah lain. Ayam Panggang Gandu terletak di Desa Gandu Kecamatan Karangrejo.
tak lengkap rasanya kunjungan Anda jika tidak melihat langsung peninggalan warisan budaya di daerah ini. Candi Sadon adalah satu candi yang paling terawat dan dikenal diantara puluhan situs yang ditemukan. candi ini berbentuk menyerupai Reog Ponorogo dan terletak di Desa Cepoko Kecamatan Panekan. tempat wisata yang juga lagi dikembangkan adalah sentra agrobisnis strawberi di Cemorosewu, sentra sayur mayur di Plaosan dan sentra batik tulis di Desa Sidomukti Kecamatan Plaosan.
Pertanian
Masih ada sisi menarik lain dari Magetan selain potensi wisata. Daerah ini adalah sentra tingkat nasional jeruk pamelo (Citrus grandis) atau dikenal sebagai jeruk Bali terbesar di Indonesia. Asal mula nama itu mungkin dikaitkan dengan tiga varietas jeruk pamelo, yaitu pamelo nambangan, pamelo srinyonya, dan jeruk bali merah. Yang terakhir, sekarang dikenal dengan nama pamelo magetan. Ketiga varietas memiliki sentra tanam di Magetan. Sebagai pusat jeruk pamelo, komoditas pertanian unggulan Magetan ini juga memasok kebutuhan di Indonesia. Konsumen bisa mendapatkannya di pengecer atau supermarket, biasanya supermarket di kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Bali. Hingga saat ini, negosiasi langsung antara supermarket dan petani atau pemda setempat belum ada. Mereka masih mendapat pesanan melalui pedagang besar yang juga membeli dari pedagang pengumpul. Mata rantai perdagangan jeruk pamelo khususnya, dan komoditas unggulan lain umumnya di Magetan yang cukup panjang menjadi kendala peningkatan pendapatan petani. Harga di tingkat petani sampai ke tangan konsumen memiliki rentang yang cukup tinggi. Selain dalam negeri, beberapa negara, seperti Thailand, Afrika, RRC, India, dan Australia, juga menyukai buah yang beratnya bisa mencapai 1,5 hingga 2 kg. Namun, mereka tak membeli dari Indonesia karena jeruk ini sudah dibudidayakan di negara-negara itu.
Dari 16 kecamatan di Magetan, 4 kecamatan, yaitu Bendo, Takeran, Sukomoro, dan Kawedanan atau yang sering disingkat Beta Suka, pusat penanaman jeruk pamelo. Di kecamatan-kecamatan ini pemandangan yang umum terlihat di pekarangan rumah adalah pohon-pohon jeruk. Tiap rumah rata-rata memiliki di atas dua pohon jeruk pamelo. Komoditas jeruk yang penanamannya dimulai sekitar tahun 1950 itu menjadi ciri bagi penduduk di daerah ini khususnya, dan Kabupaten Magetan umumnya. Rasanya tak sah berkunjung ke Magetan tanpa membawa oleh-oleh jeruk pamelo. sejak sepuluh tahun terakhir pemerintah setempat tidak hanya menjual jeruknya saja akan tetapi sudah dikembangkan diversifikasi produk diantaranya adalah sirup jeruk dan Kormelo "Korma Pamelo". keberadaan industri kecil ini mampu memberikan tambahan penghasilan bagi penduduk di tengah krisis ekonomi yang belum juga membaik. pemasaran kormelo ini sudah memasuki pasar Jakarta dan Surabaya. Karena produksi jeruk yang sedemikian besar dan tumbuhnya industri pengolahan jeruk maka tak salah jika Magetan mendapat julukan sebagai "Bumi Jeruk Pamelo".
Produksi jeruk ketiga varietas pada tahun 2002 sebanyak 25.032 ton, naik sekitar 12 persen dari tahun sebelumnya, 22.335 ton. Terakhir, sedang diupayakan menjalin kerja sama dengan hipermarket besar di Jakarta dan Bandung agar memasok jeruk pamelo berhubungan langsung ke petani. Selain jeruk, masih ada potensi tanaman pangan lain di Magetan. Kondisi wilayah ini cocok untuk pengembangan hortikultura dan tanaman pertanian lainnya. Wilayahnya yang terbagi atas pegunungan dan dataran rendah masing- masing memiliki tingkat kesuburan berbeda. Daerah pegunungan subur ada di Kecamatan Plaosan dengan produk pertanian utamanya sayur-sayuran, seperti kubis, kentang, bawang merah, dan wortel. Adapun dataran rendah yang subur berpusat di Kecamatan Barat, Kartoharjo, Karangrejo, dan Takeran yang banyak memproduksi buah-buahan, seperti mangga, pepaya, dan nangka.
keseriusan pemerintah dalam mengembangkan kawasan agrobisnis terpadu di daerah ini nampaknya harus cepat direalisasikan jika ingin mempercepat pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya dapat memperbaiki mutu sumber daya manusia Magetan yang terbilang cukup rendah.
Mayoritas penduduk Magetan yang bermata pencaharian petani semakin mencirikan keagrarisan wilayah ini. Dari sekitar 454.000 tenaga kerja, 64 persen menggeluti usaha pertanian. Luas lahan pertanian tanaman pangan sekitar 77 hektar dan perkebunan sekitar 5.000 hektar. Masih cukup luas areal untuk pengembangan sektor agraris di wilayah yang luasnya 688.850 hektar ini. Potensi pertanian yang menantang untuk dikembangkan ini sayangnya belum mampu mendongkrak penghasilan penduduk Kabupaten Magetan. Sejak tahun 1999 pendapatan per kapita penduduk tiap tahun tak beranjak dari angka dua jutaan rupiah. Tahun 2002, Rp 2,77 juta, tahun sebelumnya Rp 2,48 juta. Padahal, rata-rata pendapatan per kapita provinsi Rp 5,06 juta di tahun 2001 dan tahun berikutnya naik 14,92 persen menjadi Rp 5,81 juta. Mungkin butuh penanganan lebih serius untuk memajukan bidang lainnya, selain pertanian, agar pendapatan semakin meningkat. Pariwisata, misalnya, yang jelas-jelas sangat berpeluang untuk menambah kas daerah dan juga ekonomi rakyat.
Keseriusan Pemerintah Kabupaten Magetan juga dibutuhkan untuk meningkatkan ekonomi penduduk selain mengatrol kas daerah. Untuk mengefektifkan sumber-sumber pendapatan, tentu butuh dana. Artinya, alokasi dana mestinya paling besar atau minimal lebih besar di antara sektor lainnya. Dari rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2003 Kabupaten Magetan, terlihat dari belanja pembangunan, sektor yang mendapat kucuran dana paling besar adalah aparatur pemerintah dan pengawasan, 35 persen dari total Rp 82,3 miliar. Sektor perdagangan Rp 11,05 miliar atau sekitar 13 persen. Pertanian dan pariwisata masing-masing lima dan 0,4 persen. Rasanya butuh banyak jalan menjaring dana guna mengembangkan kedua sektor ini.
Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten Magetan menempati wilayah yang cukup strategis dilihat dari segi apapun. kabupaten ini adalah wilayah provinsi jawa timur yang berbatasan langsung dengan wilayah provinsi jawa tengah yang dibatasi oleh gunung lawu. kabupaten ini juga menghubungkan jalan negara Surabaya-Yogyakarta yang amat sibuk lalu lintasnya. sejak dahulu kala daerah ini sudah dikenal kompeni maupun penjajah asing.
dewasa ini telah dibangun jalan baru cemorosewu, Magetan-Tawangmangu, Karanganyar yang menghubungkan dua tempat wisata unggulan, telaga sarangan dan air terjun grojogan sewu. dibukanya jalur ini juga memungkinkan untuk meramaikan jalur transportasi kota Magetan ke kota-kota di jawa tengah dan jawa timur. proyek ini tentu saja membawa perubahan yang berarti di sektor industri dan perdagangan. jika selama ini produk-produk unggulan magetan dipasarkan lewat kota madiun atau ponorogo dahulu maka setelah proyek ini berjalan lalu lintas perdagangan dengan begitu mudahnya terhubungkan dengan kota solo ataupun jogja dari arah barat. pembangunan jalan ini juga turut memperkecil keterisolasian yang selama ini dirasakan oleh warga. melalui proyek ini lalu lintas perdagangan magetan akan semakin maju dan berkembang.
Oleh
Agung Setiyo Wibowo
Alumni SMA POMOSDA Nganjuk
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Paramadina Jakarta
Bagus Magetan 2007
Posted by grandsaint on 2/10/2009 04:25:00 PM 0 comments:
SEJARAH HARI JADI KOTA MAGETAN
2/10/09Ringkasan Sejarah Magetan
Pada tahun 1645 Sultan Agung Hanyokrokusumo Raja Mataram wafat. beliau digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Amangkurat Iyang menduduki tahta kerajaan Mataram. tahun 1646-1677 berbeda dengan mendiang ayahnya Sultan Amangkurat Ibersifat lemah terhadap VOC, bahkan mau bekerja sama dengan kompeni belanda itu, sehingga menimbulkan rasa kecewa dari banyak pihak, terutama kaum ulama' serta daerah-daerah manca negara. di sana sini banyak pihak yang memberontak.
Pada suatu ketika Basah Gondokusumo atau Basah Bibit, yakni kerabat keraton Mataram beserta pangeran Nrang Kusumo Patih Mataram diusir oleh sultan Amangkurat I karena dituduh bersatu dengan pemberontak. Basah Gondokusumo dijatuhi hukuman pengasingan di Semarang, di tempat kediaman kakeknya yang bernama Basah Suryaningrat. Sedangkan Pangeran Nrang Kusumo kemudian pergi bertapa ke daerah sebelah timur Gunung Lawu. Akhirnya Basah Gondokusumo bersama-sama dengan basah suryaningrat pergi ke sebelah timur Gunung Lawu mencari tempat pemukiman yang baru. disini oleh Ki Ageng Mageti yang cikal bakal daerah ini beliau berdua diberi sebidang tanah untuk bermukim. setelah mapan suryoningrat mewisuda cucu beliau yakni Basah Gondokusumo menjadi penguasa di tempat baru ini dengan gelar "Yosonegoro", yang kemudian dikenal sebagai Bupati Yosonegoro yakni pada tanggal 12 Oktober 1675, sedang tanah baru itu diberi nama "Magetian" karena tanah tersebut sebagai jasa pemberian Ki Ageng Mageti.
Peristiwa penobatan sebagai bupati pertama ini ditandatangani dengan Warsa Sangkala 'MANUNGGALING RASA SUKO HAMBANGUN", daerah Magetan merupakan suatu daerah yang perbatasannya sebelah barat dengan gunung lawu menuju ke barat daya merupakan deretan Sidaramping, Gunung Jabolarang dan Gunung Kukusan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah, di sebelah utara merupakan daratan yang bergelombang naik mengarah ke timur sampai dengan barat ke kaki Gunung Lawu berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, sebelah selatan merupakan dataran rendah berbatasan dengan Kabupaten Madiun. Sungai yang memotong daerah Magetan menjadi dua bagian mulai dari pangkal sumber di bawah Cemorosewu, Gunung Kendil dan Gunung Sidoramping adalah Sungai Gandong yang merupakan jalur bersejarah penuh dengan misteri dan ditaburi dengan makam-makam jaman kuno, di Kabupaten Magetan banyak ditemukan peninggalan-peninggalan sejarah yang berupa petilasan bangunan-bangunann purbakala maupun petilsan bekas pusat pemerintahan.
Misalnya: Petilasan makam Empu Supo di Dukuh Mandang Desa Plumpung Kecamatan Plaosan. peninggalan purbakala terbuat dari batu andesit di Dukuh Sadon Desa Cepoko Kecamatan Panekan berupa candi yang diberi nama Candi Sadon. Petilasan Pengger di Dukuh Pengger Desa Bedagung Kecamatan Panekan. di puncak Gunung Lawu terdapat petilasan Pawon Sewu (Punden Berundak), Argo Dalem, Sendang Drajat dsb. Yang diperkirakan dari akhir Majapahit.petilasan berupa sumur dan masjid kuno bersejarah yang dikelilingi tembok bekas pusat pemerintahan Kabupaten Purwodadi berada di atas tanah lebih kurang seluas 4 hektar dengan bekas gapuro Magetan.
Makam leluhur Magetan (Patih Nrang Kusumo dan Patih Ngariboyo II) di Dukuh Njelok Desa Bulukerto Kota Magetan dan makam Kanjeng Adipati Purwodiningrat, mertua Hamengku Buwono di Desa Pacalan Kecamatan Plaosan juga merupakan bukti sejarah.
Makam Astana Gedhong di Kelurahan Tambran Kecamatan Kota Magetan terdapat makam Adipati Yosonegoro yang erat hubungannya dengan sejarah babad Magetan. di makam Sasonomulyo Dukuh Sawahan Desa Kapolorejo Kota Magetan terdapat makan-makan bupati Magetan dan masih banyak lagi makam-makam yang tersebar di daerah -daerah yang sampai sekarang masih keramat.
Ditinjau dari letaknya Magetan merupakan daerah perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur maka bahasa sehari-hari, adat istiadat maupun kebudayaannya banyak mendapat pengaruh dari daerah Jawa Tengah yakni daerah Solo/Surakarta dan sekitarnya daripada daerah-daerah di Jawa Timur lainnya. lebih-lebih jalur tembus antara Kabupaten Magetan dengan Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah melewati Cemorosewu lereng sebelah barat daya Gunung Lawu dan melalui hutan-hutan, erat hubungannya dengan jalan bersejarah dari abad ke abad. Bagaimana sampai dapat mewujudkan suatu daerah yang disebut Magetan? berikut sejarahnya:
Sampai dengan tahun 1645 Sultan Agung Hanyokrokusumo wafat, kemudian Amangkurat I menggantikan kedudukan beliau sebagai raja Mataram pada tahun 1645-1677. Berbeda dengan ayahnya yang bersukap tegas mengusir kompeni Belanda, Amangkurat I sangat lemah dan mau bekerja sama dengan kompeni belanda (VOC).
Pada tahun 1646 Amangkurat Imengadakan perjanjian dengan kompeni belanda yang amat merugikan Mataram. Isi perjanjian itu antara lain adalah Mataram mengakui kedudukan VOC di Batavia (Jakarta), Sedangkan Mataram bebas berdagang dimana saja kecuali di pulau Ambon, Bansa dan Ternate. Sebab pulau-pulau tersebut kaya akan rempah-rempah. dengan diakuinya kedudukan VOC di Batavia maka Batavia bebas dari ancaman Mataram semakin berkurang. perdagangan Mataram tidak lagi seperti seida kala. Pelayaran perdagangan dibatasi oleh kompeni sehingga kerajaan Mataram tidak berwibwa lagi dan kawulo Alit menjadi sengsara. Kebijaksanaan Amangkurat I tersebut menyebabkan timbulnya rasa kecewa dari banyak pihak terutama daerah-daerah mancanegara.
Pangeran Giri yang berpengaruh di daerah pesisir utara pulau Jawa berisap-siap melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Beliau amat kecewa atas tindakan raja Mataram ini. Demikian pula seorang pangeran dari pulau Madura yang bernama Trunojoyo yang tidak tahan lagi melihat pamannya pangeran Tjakraningrat II terlalu mengabaikan Madura dan hanya turut bersenang-senang di pusat pemerintahan Mataram, segera melancarkan pemberontakan terhadap Mataram (1674). pemberontakant tersebut akhirnya didukung oleh orang-orang Makassar. Perang antara prajurit Mataram dan Trunojoyo pun tak dapat dihindarkan, hingga banyak memakan korban dari kedua belah pihak.
Pada saat kerajaan dalam keadaan kalut seperti ini seorang kerabat keraton Mataram bernama Basah Gondokusumo atau terkenal dengan sebutan basah bibit bersama seorang patih Mataram bernama nrang kusumo dituduh bersatu dengan kaum oposisi dan kaum pemberontak yang menentang kebijakan Amangkurat I. Atas tuduhan itu Basah Gondokusumo dijatuhi hukuman pengasingan di Semarang di tempat kediaman kakeknya yakni Basah Suryoningrat. Sedangkan Patih Nrangkusumo meletakkan jabatannya sebagai patih kemudian bertapa di gunung Lawu sebelah timur. beberapa waktu kemudian basah suryoningrat mengajak cucunya (Basah Gondokusumo) pergi menyingkir ke arah timur gunung Lawu. beliau memilih tempat tersebut karena menerima bahwa di sebelah timur gunung Lawu sedang dilaksanakan babat hutan yang dipimpin oleh sorang bernama Ki Buyut Suro yang kemudian bergelar Ki Ageng Getas. Orang-orang itu sangat patuh dan rajin melaksanakan babat hutan. Demikian juga Ki Buyut Suro dengan sabar mendampingi mereka yang bekerja penuh semangat babat hutan itu dilaksanakan atas perintah Ki Ageng Mageti yang cikal bakal daerah ini. Ki Ageng Mageti adalah seorang putra Magetan yang memiliki banyak kelebihan. Beliau adalah sosok yang arif, bijaksana, berbudi luhur, berperilaku sholeh serta memiliki kawaskithan. apa yang dipunyai itu semua semata-mata hanya untuk kepentingan kawulo, baik kawasan Magetan maupun kawulo njaban rangkah. karena sifat yang demikian agung itulah maka Ki Ageng Mageti sangat disegani serta dapat dijadikan suri teladan bagi kawulo dan sesamanya.
Kemudian Basah Suryoningrat dan Basah Gondokusumo menjumpai Ki Buyut Suro yang sedang babat hutan.keduanya bermaksud minta sebidang tanah untuk bermukim.karena yang menguasai kawasan hutan ini adalah Ki Ageng Mageti, maka untuk memperoleh sebidang tanah ini Basah Suryoningrat dan Basah Gondokusumo diajak Ki Buyut Suro bertemu dengan Ki Ageng Mageti di tempat kediaman beliau di daerah Gandong Kidul (dukuh Gandong Selatan) tepatnya di sekitar alun-alun Magetan sekarang ini,
Pertemuan antara Basah Suryoningrat dengan Ki Ageng Mageti yang akrab ini dilanjutkan dengan perdebatan sengit terhadap suatu pernyataan.sandi yang diberikan oleh Ki Ageng Mageti kepada Basah Suryoningrat. Setelah ia dapat menjawab dengan tepat dan benar pernyataan sandi keraton yang dilontarkan oleh Ki Ageng Mageti, akhirnya Ki Ageng Mageti yakin bahwa Basah Suryoningrat adalah bukan kerabat keraton tetapi merupakan sesepuh kerajaan Mataram. Akhirnya beliau diberi sebidang tanah untuk bermukim, terletak di sebelah utara sungai Gandong tepatnya di Desa Tambran sebagai tempat yang aman dan tenteram untuk pengayoman para leluhur Mataram. setelah mapan di tempat yang baru ini Basah Suryoningrat mengangkat cucunya yaitu Basah Gondokusumo menjadi penguasa di tempat baru dengan gelar "Yosonegoro" kemudian dikenal sebagai Bupati Yosonegoro, bupati Magetan yang pertama kali.
Wisuda Bupati Yosonegoro oleh Basah Suryoningrat ditandai dengan penyerahan sebuah keris pusaka. Pesta syukuran wisuda bupati tersebut berlangsung secara sederhana. Syukuran ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh Basah Suryoningrat diberikan kepada Yosonegoro dan dihadiri oleh masyarakat setempat. wilayah pemerintah tersebut dinamakan Magetan, karena peristiwa terjadinya kabupaten Magetan ini adalah atas pemberian tanah dari Ki Ageng Mageti maka daerah baru tersebut diberi nama Kota Mageti, mengalami penambahan "an" menjadi Magetian, akhirnya berubah nama menjadi Magetan sampai sekarang.*
*Agung Setiyo Wibowo
Alumni SMA POMOSDA Nganjuk
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Paramadina Jakarta
Bagus Magetan 2007
Posted by grandsaint on 2/10/2009 04:07:00 PM
foto AGUNG SETIYO WIBOWO 0 comments:
Pada tahun 1645 Sultan Agung Hanyokrokusumo Raja Mataram wafat. beliau digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Amangkurat Iyang menduduki tahta kerajaan Mataram. tahun 1646-1677 berbeda dengan mendiang ayahnya Sultan Amangkurat Ibersifat lemah terhadap VOC, bahkan mau bekerja sama dengan kompeni belanda itu, sehingga menimbulkan rasa kecewa dari banyak pihak, terutama kaum ulama' serta daerah-daerah manca negara. di sana sini banyak pihak yang memberontak.
Pada suatu ketika Basah Gondokusumo atau Basah Bibit, yakni kerabat keraton Mataram beserta pangeran Nrang Kusumo Patih Mataram diusir oleh sultan Amangkurat I karena dituduh bersatu dengan pemberontak. Basah Gondokusumo dijatuhi hukuman pengasingan di Semarang, di tempat kediaman kakeknya yang bernama Basah Suryaningrat. Sedangkan Pangeran Nrang Kusumo kemudian pergi bertapa ke daerah sebelah timur Gunung Lawu. Akhirnya Basah Gondokusumo bersama-sama dengan basah suryaningrat pergi ke sebelah timur Gunung Lawu mencari tempat pemukiman yang baru. disini oleh Ki Ageng Mageti yang cikal bakal daerah ini beliau berdua diberi sebidang tanah untuk bermukim. setelah mapan suryoningrat mewisuda cucu beliau yakni Basah Gondokusumo menjadi penguasa di tempat baru ini dengan gelar "Yosonegoro", yang kemudian dikenal sebagai Bupati Yosonegoro yakni pada tanggal 12 Oktober 1675, sedang tanah baru itu diberi nama "Magetian" karena tanah tersebut sebagai jasa pemberian Ki Ageng Mageti.
Peristiwa penobatan sebagai bupati pertama ini ditandatangani dengan Warsa Sangkala 'MANUNGGALING RASA SUKO HAMBANGUN", daerah Magetan merupakan suatu daerah yang perbatasannya sebelah barat dengan gunung lawu menuju ke barat daya merupakan deretan Sidaramping, Gunung Jabolarang dan Gunung Kukusan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah, di sebelah utara merupakan daratan yang bergelombang naik mengarah ke timur sampai dengan barat ke kaki Gunung Lawu berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, sebelah selatan merupakan dataran rendah berbatasan dengan Kabupaten Madiun. Sungai yang memotong daerah Magetan menjadi dua bagian mulai dari pangkal sumber di bawah Cemorosewu, Gunung Kendil dan Gunung Sidoramping adalah Sungai Gandong yang merupakan jalur bersejarah penuh dengan misteri dan ditaburi dengan makam-makam jaman kuno, di Kabupaten Magetan banyak ditemukan peninggalan-peninggalan sejarah yang berupa petilasan bangunan-bangunann purbakala maupun petilsan bekas pusat pemerintahan.
Misalnya: Petilasan makam Empu Supo di Dukuh Mandang Desa Plumpung Kecamatan Plaosan. peninggalan purbakala terbuat dari batu andesit di Dukuh Sadon Desa Cepoko Kecamatan Panekan berupa candi yang diberi nama Candi Sadon. Petilasan Pengger di Dukuh Pengger Desa Bedagung Kecamatan Panekan. di puncak Gunung Lawu terdapat petilasan Pawon Sewu (Punden Berundak), Argo Dalem, Sendang Drajat dsb. Yang diperkirakan dari akhir Majapahit.petilasan berupa sumur dan masjid kuno bersejarah yang dikelilingi tembok bekas pusat pemerintahan Kabupaten Purwodadi berada di atas tanah lebih kurang seluas 4 hektar dengan bekas gapuro Magetan.
Makam leluhur Magetan (Patih Nrang Kusumo dan Patih Ngariboyo II) di Dukuh Njelok Desa Bulukerto Kota Magetan dan makam Kanjeng Adipati Purwodiningrat, mertua Hamengku Buwono di Desa Pacalan Kecamatan Plaosan juga merupakan bukti sejarah.
Makam Astana Gedhong di Kelurahan Tambran Kecamatan Kota Magetan terdapat makam Adipati Yosonegoro yang erat hubungannya dengan sejarah babad Magetan. di makam Sasonomulyo Dukuh Sawahan Desa Kapolorejo Kota Magetan terdapat makan-makan bupati Magetan dan masih banyak lagi makam-makam yang tersebar di daerah -daerah yang sampai sekarang masih keramat.
Ditinjau dari letaknya Magetan merupakan daerah perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur maka bahasa sehari-hari, adat istiadat maupun kebudayaannya banyak mendapat pengaruh dari daerah Jawa Tengah yakni daerah Solo/Surakarta dan sekitarnya daripada daerah-daerah di Jawa Timur lainnya. lebih-lebih jalur tembus antara Kabupaten Magetan dengan Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah melewati Cemorosewu lereng sebelah barat daya Gunung Lawu dan melalui hutan-hutan, erat hubungannya dengan jalan bersejarah dari abad ke abad. Bagaimana sampai dapat mewujudkan suatu daerah yang disebut Magetan? berikut sejarahnya:
Sampai dengan tahun 1645 Sultan Agung Hanyokrokusumo wafat, kemudian Amangkurat I menggantikan kedudukan beliau sebagai raja Mataram pada tahun 1645-1677. Berbeda dengan ayahnya yang bersukap tegas mengusir kompeni Belanda, Amangkurat I sangat lemah dan mau bekerja sama dengan kompeni belanda (VOC).
Pada tahun 1646 Amangkurat Imengadakan perjanjian dengan kompeni belanda yang amat merugikan Mataram. Isi perjanjian itu antara lain adalah Mataram mengakui kedudukan VOC di Batavia (Jakarta), Sedangkan Mataram bebas berdagang dimana saja kecuali di pulau Ambon, Bansa dan Ternate. Sebab pulau-pulau tersebut kaya akan rempah-rempah. dengan diakuinya kedudukan VOC di Batavia maka Batavia bebas dari ancaman Mataram semakin berkurang. perdagangan Mataram tidak lagi seperti seida kala. Pelayaran perdagangan dibatasi oleh kompeni sehingga kerajaan Mataram tidak berwibwa lagi dan kawulo Alit menjadi sengsara. Kebijaksanaan Amangkurat I tersebut menyebabkan timbulnya rasa kecewa dari banyak pihak terutama daerah-daerah mancanegara.
Pangeran Giri yang berpengaruh di daerah pesisir utara pulau Jawa berisap-siap melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Beliau amat kecewa atas tindakan raja Mataram ini. Demikian pula seorang pangeran dari pulau Madura yang bernama Trunojoyo yang tidak tahan lagi melihat pamannya pangeran Tjakraningrat II terlalu mengabaikan Madura dan hanya turut bersenang-senang di pusat pemerintahan Mataram, segera melancarkan pemberontakan terhadap Mataram (1674). pemberontakant tersebut akhirnya didukung oleh orang-orang Makassar. Perang antara prajurit Mataram dan Trunojoyo pun tak dapat dihindarkan, hingga banyak memakan korban dari kedua belah pihak.
Pada saat kerajaan dalam keadaan kalut seperti ini seorang kerabat keraton Mataram bernama Basah Gondokusumo atau terkenal dengan sebutan basah bibit bersama seorang patih Mataram bernama nrang kusumo dituduh bersatu dengan kaum oposisi dan kaum pemberontak yang menentang kebijakan Amangkurat I. Atas tuduhan itu Basah Gondokusumo dijatuhi hukuman pengasingan di Semarang di tempat kediaman kakeknya yakni Basah Suryoningrat. Sedangkan Patih Nrangkusumo meletakkan jabatannya sebagai patih kemudian bertapa di gunung Lawu sebelah timur. beberapa waktu kemudian basah suryoningrat mengajak cucunya (Basah Gondokusumo) pergi menyingkir ke arah timur gunung Lawu. beliau memilih tempat tersebut karena menerima bahwa di sebelah timur gunung Lawu sedang dilaksanakan babat hutan yang dipimpin oleh sorang bernama Ki Buyut Suro yang kemudian bergelar Ki Ageng Getas. Orang-orang itu sangat patuh dan rajin melaksanakan babat hutan. Demikian juga Ki Buyut Suro dengan sabar mendampingi mereka yang bekerja penuh semangat babat hutan itu dilaksanakan atas perintah Ki Ageng Mageti yang cikal bakal daerah ini. Ki Ageng Mageti adalah seorang putra Magetan yang memiliki banyak kelebihan. Beliau adalah sosok yang arif, bijaksana, berbudi luhur, berperilaku sholeh serta memiliki kawaskithan. apa yang dipunyai itu semua semata-mata hanya untuk kepentingan kawulo, baik kawasan Magetan maupun kawulo njaban rangkah. karena sifat yang demikian agung itulah maka Ki Ageng Mageti sangat disegani serta dapat dijadikan suri teladan bagi kawulo dan sesamanya.
Kemudian Basah Suryoningrat dan Basah Gondokusumo menjumpai Ki Buyut Suro yang sedang babat hutan.keduanya bermaksud minta sebidang tanah untuk bermukim.karena yang menguasai kawasan hutan ini adalah Ki Ageng Mageti, maka untuk memperoleh sebidang tanah ini Basah Suryoningrat dan Basah Gondokusumo diajak Ki Buyut Suro bertemu dengan Ki Ageng Mageti di tempat kediaman beliau di daerah Gandong Kidul (dukuh Gandong Selatan) tepatnya di sekitar alun-alun Magetan sekarang ini,
Pertemuan antara Basah Suryoningrat dengan Ki Ageng Mageti yang akrab ini dilanjutkan dengan perdebatan sengit terhadap suatu pernyataan.sandi yang diberikan oleh Ki Ageng Mageti kepada Basah Suryoningrat. Setelah ia dapat menjawab dengan tepat dan benar pernyataan sandi keraton yang dilontarkan oleh Ki Ageng Mageti, akhirnya Ki Ageng Mageti yakin bahwa Basah Suryoningrat adalah bukan kerabat keraton tetapi merupakan sesepuh kerajaan Mataram. Akhirnya beliau diberi sebidang tanah untuk bermukim, terletak di sebelah utara sungai Gandong tepatnya di Desa Tambran sebagai tempat yang aman dan tenteram untuk pengayoman para leluhur Mataram. setelah mapan di tempat yang baru ini Basah Suryoningrat mengangkat cucunya yaitu Basah Gondokusumo menjadi penguasa di tempat baru dengan gelar "Yosonegoro" kemudian dikenal sebagai Bupati Yosonegoro, bupati Magetan yang pertama kali.
Wisuda Bupati Yosonegoro oleh Basah Suryoningrat ditandai dengan penyerahan sebuah keris pusaka. Pesta syukuran wisuda bupati tersebut berlangsung secara sederhana. Syukuran ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh Basah Suryoningrat diberikan kepada Yosonegoro dan dihadiri oleh masyarakat setempat. wilayah pemerintah tersebut dinamakan Magetan, karena peristiwa terjadinya kabupaten Magetan ini adalah atas pemberian tanah dari Ki Ageng Mageti maka daerah baru tersebut diberi nama Kota Mageti, mengalami penambahan "an" menjadi Magetian, akhirnya berubah nama menjadi Magetan sampai sekarang.*
*Agung Setiyo Wibowo
Alumni SMA POMOSDA Nganjuk
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Paramadina Jakarta
Bagus Magetan 2007
Posted by grandsaint on 2/10/2009 04:07:00 PM
foto AGUNG SETIYO WIBOWO 0 comments:
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Telaga Sarangan, Wisata Mempesona di Kaki Gunung Lawu Oleh Anida Etikawati (3 Januari 2011) Hasil ekspedisi ke Telaga Sarangan, 1 Januari 20...
-
Kematian di Tangan Narendro Ludiro Seto PARAMITANakula dan Sadewa menghadap Prabu Salya setelah keduanya mengetahui Salya diangkat sebagai ...