Wikipedia

Hasil penelusuran

Sabtu, 15 Mei 2010

KEKUATAN MAJAPAHIT





Instalasi Air untuk Rakyat Majapahit


Candi Tikus adalah salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit yang terletak di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Candi ini diperkirakan merupakan petirtaan atau tempat mandi keluarga kerajaan yang dibangun pada sekitar abad ke-13 atau ke-14.

Banjir dan kekeringan bergantian terjadi di sejumlah wilayah Indonesia. Sementara itu, pada masa Majapahit abad XIII sampai XV, air bukan lagi menjadi masalah. Manajemen dan teknologi pengairan dipikirkan secara matang untuk kepentingan Kerajaan Majapahit dan rakyatnya.

Dari masa Majapahit banyak instalasi pengairan yang tersisa. Sebagian masih digunakan masyarakat sebagai jaringan irigasi yang tidak pernah kering, seperti terowongan air bawah tanah di Dukuh Surowono, Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri.

Di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, kendati instalasi pengairan yang ditemukan lebih lengkap dan beragam, sebagian sudah terlupakan serta berubah wujud dan fungsi. Di Trowulan, teknologi pengairan Majapahit yang tersisa terdiri atas jaringan kanal, kolam penampung air, waduk, bak kontrol, dan saluran air bawah tanah.

Foto udara Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional mulai tahun 1973 sampai tahun 1980-an menunjukkan keberadaan jaringan kanal di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Jalur kanal yang lurus ini memanjang 4,5-5,5 kilometer dan bersilangan membentuk kisi-kisi. Lebarnya tidak kurang dari 20 meter, bahkan ketika dipetakan terakhir 40-80 meter dan kedalamannya 6-9 meter.

Sisa jalur kanal saat ini masih bisa dikenali kendati umumnya sudah menjadi persawahan. Bentuknya melebar dan cekung. Sawah yang memanfaatkan sisa kanal ini tidak pernah kering. Di tepian kanal umumnya terdapat selokan dengan susunan bata dari masa Majapahit.

Selain menjadi sawah, sebagian kanal sudah menjadi permukiman, seperti yang terlihat di barat laut Kolam Segaran. Di sekitar makam Troloyo, kanal dibatasi dengan tembok dan dijadikan lapangan parkir. Di perbatasan Mojokerto-Jombang, sebagian kanal malah sudah rata dengan permukaan tanah dan siap diaspal menjadi Jalan Lingkar Mojoagung.

Jaringan kanal yang lurus dengan pola berkisi-kisi, menurut Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia Prof Mundardjito, menunjukkan adanya kekuatan penguasa dan massa yang besar untuk membuatnya.

Fungsinya diperkirakan sebagai pengendali banjir atau drainase kota, penyedia air, irigasi, dan transportasi.

Selain kanal, di sekitar Trowulan bisa dilihat sisa instalasi pengairan yang mendukung kehidupan kerajaan dan masyarakat. Kolam Segaran seluas 6,5 hektar di Kecamatan Trowulan bisa dilihat sebagai penampung air. Adapun waduk-waduk, seperti Balong Bunder dan Balong Dowo yang masih tersisa, diduga berfungsi sebagai penangkap air dari berbagai sumber di gunung-gunung di selatan Trowulan.

Selain itu, sebuah kolam penampung berukuran 1-2 hektar masih bisa dilihat pula di Dukuh Botokpalun, Desa Temon, Kecamatan Trowulan. Bagian tangkis waduk ini lebih lebar ketimbang pematang sawah biasa, sekitar 1 meter. Warga setempat menyebutnya waduk milik Dinas Pengairan Mojokerto dan kini dikelola desa sebagai sawah yang disewakan.

Matsom (52), warga Botokpalun, mengatakan, kedalaman lumpur di sawah itu mencapai pinggang manusia, sedangkan di dasarnya terdapat batu yang membuat air tidak keluar. Karena lumpur yang tebal, khusus di tempat itu, menanam padi bisa dilakukan tiga kali musim tanam tanpa menambahkan air.

Instalasi pengatur air lainnya, Candi Tikus, diyakini sebagai pengukur debit air. Ketika air berlebih, saluran-saluran air bawah tanah menyalurkannya ke sungai-sungai yang ada di sekitar Trowulan. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pada tahun 1989-1990 juga menemukan bangunan dari susunan batu bata yang tampak seperti bak kontrol di sekitar Dukuh Blendren, Desa Watesumpak, Kecamatan Trowulan.

Saluran air bawah tanah dan sumur, baik berbentuk segi empat, bulat, maupun tipe jobong, masih banyak ditemukan di Trowulan kendati mulai rusak atau hilang. Selain di Desa Watesumpak dan di Desa Bejijong, saluran air bawah tanah juga masih tampak di Desa Nglinguk. Di Nglinguk, saluran air bawah tanah seperti selokan kecil yang disusun dari bata. Adapun bagian atas (penutup) saluran bawah tanah sudah hilang sehingga sekilas tampak seperti selokan kuno.

”Peninggalan ini menunjukkan apa yang dibuat Kerajaan Majapahit untuk rakyatnya. Di Jawa Tengah, banyak peninggalan bangunan suci, tetapi belum ditemukan peninggalan yang khusus ditujukan untuk pertanian dan kesejahteraan rakyat,” tutur topograf Bambang Siswoyo, pensiunan staf Balai Studi dan Konservasi Borobudur.

Melihat posisi jaringan kanal yang melingkupi daerah yang diduga istana Majapahit, seperti di Sentonorejo, pengajar Sejarah Universitas Negeri Surabaya, Hanan Pamungkas, melihatnya secara kosmologis. Menurut Hanan, dalam konsep Jambudwipa, kawasan istana dianggap mahameru, atau pusat jagat raya yang dikelilingi benua dan samudra.

Dwi Cahyono menyepakati hal ini. ”Tanah di situs Sentonorejo tempat ditemukan sumur upas, lantai segi enam, dan umpak agak membukit. Kolam Segaran dan kanal bisa dianggap sebagai samudra yang melengkapi pusat kosmik,” tuturnya.

Di luar masalah kosmologi, manajemen air sangat relevan dengan masa sekarang. Kondisi iklim Nusantara dengan dua musim, hujan dan kemarau, menimbulkan risiko banjir dan kekeringan bila air tidak dikelola. Masalahnya, ketika Trowulan mulai ditinggalkan sebagai pusat kerajaan akibat konflik politik pada akhir Majapahit, instalasi air ini tidak lagi terawat.

Selepas kemerdekaan, berbagai konflik politik semakin menjauhkan informasi manajemen air yang sangat maju ini. Mojokerto pun mulai mengalami banjir seperti yang terakhir terjadi pada awal Januari 2010. Tidak hanya kawasan yang pernah menjadi bagian dari pusat Majapahit, Pemerintah Indonesia secara keseluruhan semestinya bisa mempelajari teknologi pengairan yang sangat maju dan memerhatikan rakyat ini.

 

Pengertian Galaksi

Galaksi adalah sebuah sistem yang sangat besar, terdiri dari bintang-bintang dan materi antar bintang. Biasanya berisi beberapa triliun bintang triliun, dengan massa antara beberapa juta hingga beberapa triliun kali dari matahari kita. Dengan luas beberapa ribu hingga 100.000 tahun cahaya. Mereka memiliki berbagai macam bentuk: Spiral, lenticular, elips dan tidak teratur. Selain bintang sederhana, mereka biasanya berisi berbagai jenis gugus bintang dan nebula. Kita hidup dalam sebuah galaksi spiral raksasa, Galaksi Bima Sakti, dengan diameter 100.000 tahun cahaya dan matahari kita sebagai salah satu dari sekitar 100 miliaran bintang di galaksi Bima Sakti.

Hanya tiga galaksi di luar Bima Sakti yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Orang-orang di belahan bumi utara dapat melihat Galaksi Andromeda, yang berjarak sekitar 2 juta tahun cahaya. Orang-orang di belahan bumi selatan bisa melihat Large Magellanic Cloud, yang kurang lebih 160.000 tahun cahaya dari Bumi, dan Small Magellanic Cloud, yang berjarak sekitar 180.000 tahun cahaya.

Galaksi terdistribusi tidak merata di ruang angkasa. Beberapa tidak memiliki tetangga dekat, namun ada juga yang berpasangan, dengan masing-masing mengorbit yang lain. Tapi kebanyakan dari mereka ditemukan dalam kelompok yang disebut cluster. Sekelompok galaksi mungkin terdiri dari beberapa lusin hingga beberapa ribu galaksi. Dengan diameter kira-kira sebesar 10 juta tahun cahaya.

Kelompok galaksi, pada gilirannya, dikelompokkan dalam struktur yang lebih besar yang disebut superclusters. Pada skala yang lebih besar, galaksi tersebut diatur dalam jaringan besar. Jaringan yang saling berhubungan terdiri dari string atau filamen galaksi relatif kosong sekitar daerah yang dikenal sebagai void. Salah satu yang terbesar yang pernah memetakan struktur adalah jaringan galaksi yang dikenal sebagai Tembok Besar. Struktur ini lebih dari 500 juta tahun cahaya yang panjang dan 200 juta tahun cahaya lebar.

Tour De France Yogya - Batavia in 14 Days

 Tour de France Djogja-Batavia Kisah Jongos Pemecah Rekor Ini cerita sangat menggemparkan tanah Hindia Belanda sampai jauh ke negeri Belanda...