Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 22 Oktober 2024

Pedoman Komunikasi Kebencanaan

 

Pedoman Komunikasi Kebencanaan

BNPB1PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RADIO KOMUNIKASI KEBENCANAAN
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB)

Pedoman Radio Komunikasi Kebencanaan merupakan panduan bagi Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam pengoperasian radio komunikasi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Latar Belakang
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tersirat bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat termasuk perlindungan terhadap bencana. Menyikapi hal tersebut, penetapan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sebagai wujud perlindungan pemerintah kepada masyarakat dalam menghadapi bencana. BNPB sebagai koordinator penyelenggaraan penanggulangan bencana tingkat pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah untuk tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Institusi tersebut telah melaksanakan berbagai upaya untuk mengurangi dampak yang akan timbul akibat bencana. Hal tersebut tidaklah mudah dikarenakan keragaman dan keunikan wilayah Indonesia yang membuat upaya-upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana membutuhkan beragam pendekatan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Salah satu upaya yang telah dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah dengan melakukan penguatan jaringan komunikasi dan informasi kebencanaan pada Pusat Pengendali Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) Provinsi/Kabupaten/Kota menggunakan radio komunikasi. Hal ini bertujuan agar pertukaran data dan informasi kebencanaan
antara pusat dan daerah dapat dilakukan secara cepat, tepat dan terkoordinasi guna mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana secara efektif dan efisien.

Maksud dan Tujuan
Pedoman Radio Komunikasi Kebencanaan dimaksudkan sebagai panduan pengoperasian radio komunikasi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Tujuan pedoman ini adalah :
1. Terciptanya pemahaman yang sama antara BNPB, BPBD provinsi/kabupaten/kota terkait komunikasi radio kebencanaan dalam melakukan koordinasi penanggulangan bencana, serta pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan penanggulangan bencana.
2. Terciptanya pertukaran data dan informasi kebencanaan secara cepat antara BNPB, BPBD provinsi/kabupaten/kota, serta pihak pihak yang terkait dalam kegiatan penanggulangan bencana.

Ruang Lingkup dan Sasaran
A. Ruang lingkup dari Peraturan Kepala BNPB ini mencakup pada lingkungan BNPB dan BPBD provinsi/kabupaten/kota dalam pengelolaan radio komunikasi di Pusdalops, baik dari sisi operasional maupun pemeliharaan radio komunikasi.

B. Sasaran Pedoman Radio Komunikasi adalah BNPB dan BPBD provinsi/kabupaten/kota, instansi/lembaga terkait dan komunitas radio kebencanaan.

Pengertian / Istilah yang digunakan
1. Komunikasi adalah proses dasar pada perpindahan informasi.
2. Radio adalah terminology khusus dimana sinyal yang dikirim harus dirubah menjadi gelombang elektromagnetik yang merambat melalui jarak jauh.
3. Komunikasi radio adalah telekomunikasi dengan menggunakan gelombang radio.
4. Gelombang Radio adalah satu bentuk dari radiasi elektromagnetik, dan terbentuk ketika objek bermuatan listrik dimodulasi (dinaikkan frekuensinya) pada frekuensi yang terdapat dalam frekuensi gelombang radio dalam suatu spectrum elektromagnetik, dan radiasi elektromagnetiknya bergerak dengan cara osilasi elektrik maupun magnetic.
5. High Frequency yang selanjutnya disingkat dengan HF adalah radio komunikasi yang gelombangnya bekerja pada frekuensi 2 Mhz sampai 24 Mhz. Frekuensi ini biasanya dipergunakan untuk jarak jauh, karena sifat gelombangnya dapat memantul dan tidak ada efek hambatan pada objek atau lawan komunikasi, frekuensi ini dapat memantul ionosper. Radio komunikasi ini masih tergantung pada propagasi.
6. Very High Frequency yang selanjutnya disingkat dengan VHF adalah radio komunikasi yang gelombangnya bekerja pada Frekuensi 100 Mhz sampai 300 Mhz, frekuensi ini biasanya dipergunakan untuk jarak dekat. Gelombang radio yang dipancarkan arahnya berbentuk garis lurus (horizontal).
7. Ultra High Frequency yang selanjutnya disingkat dengan UHF adalah radio komunikasi yang gelombangnya bekerja pada frekuensi 300 Mhz sampai 3000 Mhz (3Ghz), frekuensi UHF tidak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan apa yang
dibawa sepanjang ionosfer, frekuensi dapat terpantul dari partikel – partikel bermuatan rendah ketitik lain di bumi untuk mencapai jarak yang lebih jauh.
8. Transmitter yang selanjutnya disingkat dengan TX adalah sekumpulan komponen dan rangkaian elektronik yang didesain untuk mengkonversi bentuk informasi menjadi satu sinyal yang memungkinkan untuk ditransmisi melalui medium komunikasi.
9. Receiver yang selanjutnya disingkat dengan RX adalah sekumpulan komponen dan rangkain elektronik yang menerima pesan dari kanal untuk dikonversi bentuk informasi yang bisa dan dapat dipahami.
10. Repeater adalah system komunikasi dua arah yang dilakukan melalui radio pancar ulang.
11. Nama Panggil (call sign) adalah identitas panggilan untuk operator.
12. Pemanggilan Rutin adalah pemanggilan yang dilakukan secara harian antara stasiun radio BNPB dan BPBD.
13. Operator Radio adalah orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan untuk melakukan kegiatan operasional komunikasi radio.
14. Komunikasi Data adalah pengiriman dan penerimaan data atau informasi dari dua atau lebih peralatan yang terhubung dalam sebuah jaringan baik lokal mau pun luas.
15. Komunikasi on scene adalah pengiriman atau penerimaan dalam bentuk video streaming baik langsung maupun berupa rekaman.
16. Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang selanjutnya di singkat dengan BNPB, adalah lembaga pemerintah non departemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
17. Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya di singkat dengan BPBD, adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.
18. Pusat Pengendalian Operasi yang selanjutnya disingkat dengan Pusdalops adalah unsur pelaksana di BNPB/BPBD yang bertugas menyelenggarakan sistem informasi dan komunikasi penanggulangan bencana.

Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi;
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Tranksaksi Elektronik;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Spektrum Frequency Radio dan Orbit Satelit;
7. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja BPBD;
9. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 23/PER/MKOMINFO/12/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor 17/PER/M.KOMINFO/10/2005 tentang Perizinan Dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio;
10. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana;
11. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah;
12. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana;
13. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB);
14. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pos Telekomunikasi Nomor 1737 DJPT.4/KOMINFO/12/2009 tentang Penetapan Frekuensi Penanggulangan Bencana untuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

KEBIJAKAN DAN STRATEGI
1. Kebijakan
Radio komunikasi merupakan salah satu fasilitas pendukung Pusdalops Penanggulangan Bencana dalam melakukan verifikasi, pemuktahiran data dan informasi kebencanaan. Saat kondisi normal dilakukan pertukaran data dan informasi melalui radio komunikasi
secara rutin antara Pusdalops BNPB dengan Pusdalops BPBD provinsi atau Pusdalops BPBD kabupaten/kota. Saat tanggap darurat, BPBD provinsi/kabupaten/kota dapat
mendirikan stasiun radio komunikasi di lokasi bencana, dan dapat melakukan koordinasi dengan dinas komunikasi dan informatika terkait penggunaan frekuensi radio yang akan digunakan.

2. Strategi
Untuk mendukung kebijakan sebagaimana dimaksud point 1 dibutuhkan beberapa strategi untuk mewujudkan pengelolaan radio komunikasi kebencanaan, yaitu :
1. Operator radio komunikasi BNPB melakukan pemanggilan rutin ke
BPBD Provinsi pada :
• Pukul 07.00 dan 14.00 WIB (untuk wilayah Indonesia bagian timur)
• Pukul 08.00 dan 15.00 WIB (untuk wilayah Indonesia bagian tengah)
• Pukul 09.00 dan 16.00 WIB (untuk wilayah Indonesia bagian barat)
2. Jadwal pelaksanaan pemanggilan rutin antara BPBD provinsi dengan BPBD kabupaten/kota dikoordinasikan oleh BPBD provinsi. Pelaksanaan pemanggilan rutin ke BPBD kabupaten/kota dilakukan sebelum jadwal pelaksanaan pemanggilan dari BNPB.
3. Data dan informasi bencana hasil pemanggilan rutin digunakan sebagai data dukung dalam pembuatan laporan harian Pusdalops Penanggulangan Bencana.
4. Pada kondisi darurat BPBD provinsi/kabupaten/kota dan Posko lapangan dapat melakukan pemanggilan setiap saat langsung ke BNPB atau sebaliknya.
5. Pada kondisi darurat posko lapangan dapat melakukan pemanggilan sesuai kebutuhan pada instansi / dinas terkait.

ORGANISASI DAN TATA KERJA
1. Organisasi
Pengoperasian radio komunikasi berada pada Pusdalops Penanggulangan Bencana dan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana bahwa Pusdalops PB berada di bawah dan bertanggung jawab pada Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB atau Bidang Logistik dan Kedaruratan BPBD provinsi/kabupaten/kota. Terkait dengan pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur radio komunikasi, berada dibawah koordinasi Pusat Data Informasi dan Humas BNPB atau Sekretariat BPBD provinsi/kabupaten/kota.

2. Tata Kerja
BPBD provinsi/kabupaten/kota dalam mengumpulkan data dan informasi bencana melalui verifikasi, cross check, pemutakhiran data dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, dengan tata kerja sebagai berikut :
1. Operator radio komunikasi Pusdalops BPBD provinsi melakukan pemanggilan rutin ke BPBD kabupaten/kota sebelum jadwal pemanggilan rutin dari BNPB
2. Dari hasil pemanggilan rutin tersebut, operator radio komunikasi di Pusdalops BPBD provinsi melakukan rekapitulasi data dan informasi bencana dari masing-masing BPBD kabupaten/kota dan memberikan laporan tersebut kepada petugas pusdalops yang bertanggung jawab membuat laporan sebagai data pendukung dalam pembuatan laporan harian Pusdalops di BPBD provinsi;
3. Operator radio komunikasi BNPB melakukan pemanggilan rutin ke BPBD provinsi sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya;
4. Dari hasil pemanggilan rutin tersebut, operator radio komunikasi di BNPB melakukan rekapitulasi data dan informasi bencana dari masing masing BPBD provinsi dan memberikan laporan tersebut paling lambat pukul 19.00 WIB kepada petugas pusdalops yang bertanggung jawab membuat laporan sebagai data pendukung dalam pembuatan laporan harian Pusdalops di BNPB;
5. Pada saat kondisi darurat BNPB dapat melakukan pemanggilan langsung ke BPBD provinsi/kabupaten/kota dan posko lapangan, TNI POLRI dan kementerian/lembaga atau dinas tekait, Satuan Reaksi Cepat, Komunitas radio bencana setiap saat.
Mekanisme tata kerja operator radio komunikasi pada kondisi normal dan darurat

mekanisme BNPB
Mekanisme tata kerja operator radio komunikasi

PROSEDUR DAN PENGOPERASIAN RADIO KOMUNIKASI

Frekuensi
1.  Alokasi Frekuensi
a. Frekuensi Radio HF/SSB
Frekuensi Radio HF yang dialokasikan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk BNPB adalah 11.473.5 MHz. Penggunaan frekuensi diperuntukan BNPB dan BPBD.
b. Frekuensi Radio VHF
Frekuensi Radio VHF yang dialokasikan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk BNPB adalah 171.300 MHz, dengan frekuensi repeater 170.300 MHz untuk RX dan 165.300 MHz untuk TX dengan Tone TX 123. Penggunaan frekuensi diperuntukkan BNPB dan BPBD. Saat kondisi darurat dan mesti dilakukan pembangunan stasiun radio di posko lapangan, BPBD provinsi/kabupaten kota bertanggung jawab dan dapat melakukan koordinasi ke dinas komunikasi dan informatika setempat dalam pengalokasian frekuensi sementara yang akan digunakan.
c. Frekuensi Radio UHF
Sesuai dengan alokasi yang diberikan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.

2 Lisensi Frekuensi
BNPB berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mendapatkan Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio yang berlaku secara nasional yang dapat digunakan oleh BNPB, BPBD propinsi/kabupaten/kota menurut peruntukan dan alokasi yang telah ditetapkan. Untuk setiap penggunaan frekuensi, BNPB, BPBD provinsi/
kabupaten/kota harus menginformasikan stasiun radionya dengan mencantumkan nama jenis perangkat, nomor seri, daya pancar, jenis antena yang digunakan serta titik koordinat  ke Direktorat Jenderal Pos Telekomunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika tembusan Pusat Data Informasi dan Humas BNPB serta melampirkan informasi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BNPB bertanggung jawab mendapatkan Izin Stasiun Radio serta membayar Biaya Hak Pengguna frekuensi radio untuk setiap stasiun radio yang digunakan BNPB di tingkat pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BPBD propinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab mendapatkan Izin Stasiun Radio serta membayar Biaya Hak Pengguna frekuensi radio untuk setiap stasiun radio yang digunakan di tingkat provinsi/ kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BNPB akan memfasilitasi BPBD provinsi/kabupaten
kota dalam proses mendapatkan Izin Stasiun Radio dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Nama Panggilan
BNPB berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam mengalokasikan nama panggilan atau callsign khusus Radio Kebencanaan kepada BPBD provinsi kabupaten/kota. Pusat Data Informasi dan Humas BNPB mengelola pengalokasian nama panggilan untuk BNPB, BPBD provinsi/kabupaten/kota. Daftar nama panggilan diatur pada buku nama panggilan. Nama panggilan wajib digunakan
setiap waktu pada saat operator melakukan komunikasi radio.

Kode Komunikasi Kebencanaan
Pada komunikasi antar operator radio, terdapat beberapa kode yang digunakan untuk menyingkat perkataan agar memudahkan dalam berkomunikasi, diantaranya adalah kode 11, kode 10, kode Z dan kode Q. Kode 11 digunakan sebagai kode dalam komunikasi
kebencanaan dan operator BNPB dan BPBD wajib menguasai kode tersebut. Sedangkan untuk kode 10, kode Z dan kode Q operator BNPB dan BPBD cukup mengetahui saja.

Bahasa Yang Digunakan
Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi kebencanaan menggunakan bahasa Indonesia, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan interpretasi terhadap pertukaran data dan informasi antara operator radio satu dengan lainnya.

Jaring Komunikasi
Radio komunikasi merupakan peralatan pendukung di Pusdalops PB dalam mencari atau melakukan pertukaran data dan informasi kebencanaan pada kondisi normal maupun darurat. Berikut dijelaskan jaring komunikasi pada kedua kondisi
tersebut:
a. Kondisi Normal

bnpb
Mekanisme Jaring Komunikasi Dalam Keadaan Normal

• BNPB melakukan pemanggilan rutin ke BPBD provinsi pada waktu yang telah ditentukan.
• BPBD provinsi melakukan pemanggilan rutin kepada BPBD kabupaten/kota dan komunitas radio bencana yang ada di provinsi tersebut.
• BPBD kabupaten/kota melakukan pemanggilan rutin ke komunitas radio bencana setempat.

b. Kondisi Darurat

bnpb2
Mekanisme Jaring Komunikasi Pada Saat Tanggap Darurat

• Hampir seluruh komponen dapat berkomunikasi padasaat tanggap darurat.
• Untuk Satuan Reaksi Cepat hanya berkomunikasi dengan BNPB dan posko lapangan
• Untuk Tim Reaksi Cepat provinsi hanya dapat berkomunikasi dengan BPBD provinsi dan Posko lapangan.
• Koordinasi dengan Tentara Nasional Indonesia, Polisi dan Kementerian, Lembaga atau Dinas terkait disesuaikan disetiap tingkat provinsi/kabupaten/kota.

STANDAR PERANGKAT RADIO KOMUNIKASI
Standard Minimum Perangkat adalah kriteria terendah yang harus dimiliki oleh suatu perangkat supaya dapat bekerja dengan baik pada jaringan komunikasi bencana. Setiap perangkat radio komunikasi yang digunakan pada jaringan radio komunikasi bencana harus memenuhi kriteria standar minimum perangkat.

Hal-hal yang berkenaan dengan standar minimum diatur dalam petunjuk teknis.

diambil dari Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RADIO KOMUNIKASI KEBENCANAAN
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB), BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1651

Shoping Sons Service