Wikipedia

Hasil penelusuran

Sabtu, 31 Agustus 2024

SPG Magetan












 

Filosofi Orang Jawa

 MENGENAL SUKU JAWA 


Suku jawa adalah suku terbesar dalam POPULASI di rantau nusantara .


Tersebar di seluruh nusantara baik di indonesia , singapore, malaysia, brunei darussalam , bahkan di luar negeri seperti di hongkong , taiwan, suriname, belanda , arab saudi .


Suku Jawa tidak dinisbatkan kepada seluruh penduduk pribumi penghuni pulau Jawa. Di pulau Jawa sendiri terdapat beberapa suku bangsa lain selain suku Jawa. Sebutan bagi suku Jawa lebih identik bagi masyarakat yang memegang teguh filosofis atau pandangan hidup Kejawen. Secara geografis meliputi Jawa Tengah, Jogjakarta dan Jawa Timur. Jawa Timur pun juga masih varian karena di dalamnya masih ada suku Madura, suku Tengger maupun Suku Osing di Banyuwangi. Kebudayaan suku Jawa merupakan hasil dari peninggalan sejarah kerajaan besar Jawa khususnya Majapahit dan Mataram Baru.


Filosofis hidup suku Jawa yang paling dasar sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, Budha dan juga kepercayaan animisme-dinamisme. Orang jawa pada umumnya sangat menjunjung tinggi keseimbangan, keserasian dan keselarasan hidup baik terhadap sesama manusia maupun dengan lingkungan alam. Dalam etika keseharian sangat mengedepankan norma kesopanan, kesantunan dan kesederhanaan. Oleh sebab itu, dialog bahasa Jawa memiliki beberapa tingkatan bahasa sesuai dengan lawan bicara yang dihadapi.


● FILOSOFIS  HIDUP


Orang jawa pada dasarnya memiliki banyak sekali filsafat hidup yang dijadikan sebagai pedoman bermasyarakat. Namun terdapat tujuh filosofis dasar yang setidak-tidaknya menggambarkan perilaku budaya suku Jawa, yaitu :


■ Urip iku urup, (hidup itu menyala), maknanya adalah bahwa hidup sebagai manusia haruslah memiliki manfaat bagi manusia lain dan lingkungan alam sekitar.


■ Ojo Keminter Mengko Keblinger, Ojo Cidro Mundak Ciloko, (jangan menjadi orang yang sombong dengan kepandaian dan jangan menyakiti orang agar tidak dicelakai), maknanya hidup haruslah rendah hati dan selalu sportif.


■ Ojo Ketungkul Marang Jenenge Kalenggahan, Kadunyan lan Kemareman, (jangan menjadi orang yang hanya mengejar jabatan, harta dan kenyamanan), maknanya jangan terlalu mengutamakan jabatan/pangkat, harta dan kenikmatan dunia.


■ Wong Jowo Kuwi Gampang Ditekak-tekuk, (orang jawa itu mudah untuk diarahkan), maknanya bahwa orang Jawa itu mudah untuk beradaptasi dengan berbagai situasi lingkungan.


■ Memayu Hayuning ing Bawana, Ambrasta dur Hangkara (membangun kebaikan dan mencegah kemungkaran), maknanya adalah hidup didunia harus banyak-banyak membangun atau memberi kebaikan dan memberantas sikap angkara murka.


■ Mangan ora mangan sing penting kumpul (kebersamaan harus diutamakan), maknanya adalah bahwa kebersamaan dan gotong royong itu lebih penting dari yang selainnya.

Nrimo Ing Pandum, (menerima pemberian dari yang kuasa), maknanya adalah harus selalu bersyukur terhadap apa yang sudah dimiliki dan diberikan oleh Tuhan. 


● AJARAN KEJAWEN


Kejawen bagi masyarakat Jawa asli sudah hampir menjadi seperti agama tersendiri. Ajaran kejawen pada dasarnya merupakan kompilasi dari seni, budaya, adat ritual, sikap sosial, serta berbagai pandangan filosofi masyarakat Jawa. Bagi masyarakat Jawa yang masih memegang teguh ajaran asli kejawen, panutan ajaran ini menjadi nilai spiritualitas tersendiri. Masyarakat Jawa banyak memiliki kitab kejawen yang disadur dari kitab-kitab karya para Mpu pada masa kerajaan Jawa.


Syekh Siti Jenar yang terkenal dengan konsep gagasan ‘manunggaling kawula lan gusti’, merupakan salah satu tokoh yang tidak dapat dilepaskan dari munculnya ajaran kejawen. Sebagai inti ajaran, kejawen mengajarkan manusia pada apa yang disebut ‘Sangkan Paraning Dumadhi’ (kembali kepada sang pencipta). Kemudian membentuk dan mengarahkan manusia untuk sesuai dengan Tuhannya (manunggaling kawula lan gusti). Bahwa setiap manusia harus bertindak sesuai dengan tindakan dan sifat Tuhan.


Untuk mencapai tujuan tersebut maka orang Jawa biasa melakukan ’laku’ atau tindakan untuk membentuk pribadi yang sesuai dengan Tuhan. Diantaranya adalah dengan melakukan ‘pasa’ atau berpuasa dan juga ‘tapa’ atau melakukan pertapaan. Disinilah letak kejawen sebagai bentuk spiritualitas suku Jawa.


● WAYANG KULIT 


Wayang kulit merupakan salah satu kebudayaan suku Jawa yang cukup khas. Wayang sendiri berasal dari kata ‘ayang-ayang´ yang artinya adalah bayangan (baca juga : sejarah wayang kulit). Wayang kulit Jawa memiliki perbedaan dengan wayang golek Sunda (baca : sejarah wayang golek). Bagi suku Jawa, cerita pewayangan selalu menggambarkan bentuk kehidupan manusia di dunia, yakni peperangan terhadap angkara murka dan perjuangan untuk membangun kebaikan. Hal itu sesuai dengan prinsip filosofis hidup yang selalu dipegang teguh oleh orang Jawa.


Permainan kesenian wayang kulit mulai tersebar luas ketika para wali songo sering menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah Islam. Pada umumnya cerita dan penokohan pada kesenian wayang kulit diambil dari kisah Mahabarata dan Ramayana. Namun dalam versi pewayangan Jawa, cerita tersebut sudah banyak dilakukan perubahan. Wayang purwa sebutan lain bagi wayang kulit biasa dimainkan oleh seorang narator yang disebut dalang. Dalang ini bertugas untuk mengatur jalannya cerita dan memainkan gerak para tokoh wayang kulit.


Selain memiliki unsur kesenian, wayang kulit juga dipercaya oleh orang Jawa memiliki nilai magis tersendiri. Pagelaran wayang kulit dipercaya mampu mendatangkan kekuatan-kekuatan magis dari arwah leluhur ataupun kekuatan magis yang berasal dari Tuhan. Maka dari itu pagelaran wayang kulit merupakan media utama ketika orang Jawa melakukan ruwatan. Ruwatan merupakan bentuk acara atau upacara untuk membuang ‘bala’ (kesulitan dan kesialan). Dengan diruwat orang Jawa berharap kehidupannya bisa keluar dari segala kesulitan dan bencana.


● KERIS 


Keris merupakan senjata tradisional suku Jawa. Keris sendiri selain sebagai senjata tradisional suku Jawa juga menjadi lambang kedaulatan beberapa raja-raja di kerajaan luar Jawa. 


Bagi orang Jawa, keris tidaklah sesederhana hanya merupaka senjata saja. Lebih dari itu, keris merupakan senjata pusaka yang diyakini oleh sebagai orang memiliki atau menyimpan kesaktian. Oleh sebab itu keris disebut juga sebagai ‘tosan aji’ (alat yang memiliki kesaktian).


Dalam beberapa legenda sejarah terdapat beberapa keris yang dianggap begitu istimewa. Keris Mpu Gandring yang direbut oleh Ken Arok, mampu menjadikan Ken Arok sebagai penguasa kerajaan Singasari. Keris Nagasasra dan keris sabuk Inten yang terkenal dari kerajaan Demak. Keris Sunan Kudus yang disebut ‘sunan kober’ dan merupakan senjata pamungkas dari Arya Penangsang juga telah mampu memberikan kekuasaan.


Sebagai ‘tosan aji’, keris begitu sangat dipercayai kesaktiannya karena proses pembuatannya yang dilakukan oleh para Mpu (sebutan bagi pembuat keris) senantiasa diiringi dengan laku spiritualitas seperti puasa dan bertapa. Selain kemampuan meracik kualitas bahan material, para Mpu juga memasukkan berbagai mantra dan do’a pada keris yang dibuatnya. Bahkan jumlah ‘luk’ (lekukan) yang ada pada keris menyimpan makna kesaktian yang tersembunyi.


● AKSARA JAWA 


Suku  Jawa memiliki huruf tulisan yang disebut dengan aksara Jawa. Aksara Jawa terdiri dari 20 karakter huruf yang menyimpan makna dan filosofi masing-masing. Huruf-huruf tersebut adalah Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya Nya Ma Ga Ba Tha Nga. Banyak sekali versi sejarah dan legenda yang mengemukakan asal-usul munculnya aksara Jawa ini. Namun yang paling terkenal diantara kalangan masyarakat Jawa adalah cerita babad Ajisaka.

Babad Ajisaka mengisahkan tentang pengembaraan seorang penguasa kerajaan Jawa Kuno yang didampingi oleh seorang abdi (pembantu). Dalam perjalanannya, Ajisaka meninggalkan keris miliknya di tengah hutan dan menyuruh abdinya tersebut untuk menjaga keris tersebut dan jangan sampai diberikan kepada siapapun kecuali pada Ajisaka sendiri.


 Ajisaka kemudian melanjutkan pengembaraannya seorang diri.

Setelah sekian waktu, Ajisaka kembali ke kerajaan dan setelah sekian lama memerintah kerajaan ia baru teringat akan keris pusakanya yang ia tinggalkan semasa pengembaraan. Dari situ lantas Ajisaka mengutus seorang utusan untuk pergi ke hutan mengambil keris tersebut. Ia berpesan pada utusannya bahwa jangan sampai kembali ke kerajaan sebelum ia membawa keris pusakanya.


Di tengah hutan utusan kerajaan ini mendapati keris pusaka Ajisaka yang tengah dijaga oleh seorang abdi. Kedua orang yang pada hakekatnya merupakan utusan Ajisaka ini kemudian saling berebut keris karena mereka sama-sama memegang teguh amanah perintah majikannya. Dua orang ini kemudian terlibat pertarungan yang menjadikan keduanya tewas. Ajisaka baru teringat kalau ia meninggalkan keris tersebut bersama dengan salah satu abdi setianya. Ajisaka menyusul ke dalam hutan, namun ia mendapati kedua utusannya telah tewas. Untuk menghormati utusannya yang setia inilah kemudian Ajisaka merumuskan tulisan yang kemudian dikenal sebagai aksara Jawa. Filosofisnya,


■ HaNaCaRaKa : terdapat dua utusan setia

■DaTaSaWaLa : saling berkelahi/bertarung

■PaDaJaYaNya : sama-sama saktinya

■MaGaBaThaNga : sama-sama matinya


● BAHASA JAWA 


Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa yang memiliki stratifikasi atau tingkatan bahasa. Orang Jawa sangat menjunjung tinggi etika kesopanan dan kesantunan termasuk dalam hal berbahasa. Dalam bahasa Jawa dikenal yang namanya undhak-undhuk atau tata krama di dalam bertutur kata. Setidaknya terdapat tiga struktur tingkatan bahasa yang ada dalam bahasa Jawa, tingkatan tersebut :


Ngoko, bahasa ngoko merupakan bahasa yang digunakan apabila lawan bicara merupakan orang yang sebaya umurnya atau kerabat yang sudah dekat dan akrab. Secara khusus juga digunakan oleh orang yang lebih tua kepada orang yang lebih muda.


Madya, bahasa madya merupakan bahasa yang digunakan kepada lawan bicara yang umurnya lebih tua atau sekadar penghormatan kepada orang yang sama sekali kurang dikenal.


Krama, bahasa krama merupakan tingkatan tertinggi dalam bahasa Jawa. Digunakan untuk berbicara kepada orang yang yang lebih tua atau dituakan, serta kepada orang yang memiliki status sosial tinggi di masyarakat.


Bahasa Jawa sendiri masih terbagi kedalam beberapa dialek yang berbeda-beda. Seperti dialek orang Jawa di Jawa Timur dengan orang Jawa di Jawa Tengah atau Jawa Barat, memiliki struktur pengucapan dan logat yang berbeda. Namun prinsip undhak undhuk masih tetap berlaku meskipun dialek dan pengucapan memiliki perbedaan.


● SENI TARI 


Orang Jawa dikenal sebagai masyarakat yang berbudaya.


Sangat banyak sekali seni tari yang merupakan hasil olah cipta, rasa dan karsa masyarakat Jawa. Bahkan antara orang Jawa di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, memiliki tarian khasnya masing-masing.


Benang merah seni tari suku Jawa terletak pada tata tari yang luwes, kalem dan santun. Menggambarkan filosofis hidup suku Jawa yang cenderung menerima, selalu adaptif dengan segala situas dan kondisi serta mengutamakan tata krama.


Sebagaimana kepercayaan yang dianut suku Jawa, dalam kesenian tari yang diciptakan pun tidak terlepas dari unsur magis dan sakralitas. Kesenian tari seperti reog, tari sintren, tari kuda lumping  merupakan contoh kesenian tari yang sangat kental dengan kekuatan supranatural. 


Di lingkungan keraton Jogjakarta dikenal tari ‘bedhaya ketawang’ yang sangat disakralkan oleh orang Jawa disana. Sakralitas ini berkaitan dengan kepercayaan bahwa tari bedhaya ketawang ini sengaja diciptakan oleh Nyi Roro Kidul penguasa laut selatan sebagai bentuk suguhan bagi penguasa Kerajaan keraton Jogja penguasa tanah Jawa.

Tarian ini ditarikan oleh 9 orang wanita dan hanya dipentaskan untuk acara-acara tertentu saja yang berkaitan dengan hajat keraton/kerajaan. Pagelaran tari bedhaya ketawang diiringi oleh musik gamelan yang ritmenya sangat halus dan pelan. Gerakan tarinya pun juga sangat halus, sehingga membuat orang yang melihatnya seolah-olah tersihir dengan gerak dan alunan musiknya . Dipercaya bahwa ketika dilakukan pagelaran tari ini, secara supranatural Nyi Roro Kidul selalu hadir dan ikut menari bersama dengan 9 wanita yang menarikan tarian ini.


● SENI MUSIK 


Alat musik tradisional Jawa biasa disebut dengan gamelan. Gamelan sendiri merupakan gabungan dari beberapa alat musik pukul seperti gong, kendang, saron, bonang, kenong, demung, slenthem, gambang serta kempul. Gamelan biasa digunakan untuk mengiringi kesenian tari atau kesenian suara yang biasa disebut dengan karawitan. Gamelan juga biasa digunakan sebagai pengiring pagelaran wayang kulit.


Pada zaman dahulu alat musik gamelan biasa dijadikan media dakwah para walisongo. Mereka menggunakan gamelan sebagai alat untuk memberi hiburan kepada masyarakat sebelum atau sesudah mereka memberikan ceramah-ceramah agama. Dengan media ini masyarakat Jawa mudah untuk dikenalkan dengan Islam dan sekarang mayoritas Suku Jawa merupakan orang-orang yang memeluk Islam. Selain di Jawa alat musik gamelan juga dikenal pada beberapa suku bangsa yang lain seperti pada kebudayaan Sunda, bahkan kebudayaan Suku Banjar yang ada di luar Jawa juga menggunakan gamelan sebagai salah satu alat musiknya.


■ Kebudayaan Suku Jawa merupakan salah satu yang tertua di Indonesia. Banyak sekali kebudayan suku bangsa lain di Indonesia yang sedikit banyak berakulturasi dengan budaya masyarakat Jawa. Baik dalam bahasa, filosofis, maupun kesenian-keseniannya. Hingga saat ini adat-istiadat suku Jawa ini masih sangat dipegang teguh dan terus ditradisikan, khususnya dalam lingkungan Keraton daerah istimewa Jogjakarta.


"WONG JOWO OJO ILANG JAWANE"


#SabdaPalon. Matur suwun

Rabu, 21 Agustus 2024

Radio Marine Frekuensy

 https://beasiswaperintis.rumahamal.org/beasiswa-perintis

DAFTAR CHANNEL DAN FREQUENCY RADIO VHF

CHANNEL
            NUMBER
  FREQUENCY
                ( MHz )

CHANNEL
              NUMBER
FREQUENCY
                 ( MHz )
USA
INT
CAN
TRANSMIT
RECEIVE
USA
INT
CAN
TRANSMIT
RECEIVE

01
01
   156.050
 156.650

62

  156.125
 160.725
01A


   156.050
 156.050


62A
  156.125
 156.125

02
02
   156.100
 160.700

63

  156.175
 160.775

03
03
   156.150
 160.750
63A


  156.175
 156.175
03A


   156.150
 156.150

64
64
  156.225
 160.825

04

   156.200
 160.800
64A

64A
  156.225
 156.225


04A
   156.200
 156.200

65

  156.275
 160.875

05

   156.250
 160.850
65A
65A
65A
  156.275
 156.275
05A

05A
   156.250
 156.250

66

  156.325
 160.925
06
06
06
   156.300
 156.300
66A
66A
66A
  156.325
 156.325

07

   156.350
 160.950
67
67
67
  156.375
 156.375
07A

07A
   156.350
 156.350
68
68
68
  156.425
 156.425
08
08
08
   156.400
 156.400
69
69
69
  156.475
 156.475
09
09
09
   156.450
 156.450
70
70
70
  156.525
 156.525
10
10
10
   156.500
 156.500
71
71
71
  156.575
 156.575
11
11
11
   156.550
 156.550
72
72
72
  156.625
 156.625
12
12
12
   156.600
 156.600
73
73
73
  156.675
 156.675
13
13
13
   156.650
 156.650
74
74
74
  156.725
 156.725
14
14
14
   156.700
 156.700
75
75
75
  156.775
 156.775
15
15
15
   156.750
 156.750
76
76
76
  156.825
 156.825
16
16
16
   156.800
 156.800
77
77
77
  156.875
 156.875
17
17
17
   156.850
 156.850

78

  156.925
 161.525

18

   156.900
 161.500
78A

78A
  156.925
 156.925
18A

18A
   156.900
 156.900

79

  156.975
 161.575

19

   156.950
 161.550
79A

79A
  156.975
 156.975
19A

19A
   156.950
 156.950

80

  157.025
 161.625
20
20
20
   157.000
 161.600
80A

80A
  157.025
 157.025
20A


   157.000
 157.000

81

  157.075
 161.675

21
21
   157.050
 161.650
81A

81A
  157.075
 157.075
21A

21A
   157.050
 157.050

82

  157.125
 161.725


21B
   RX Only
 161.650
82A

82A
  157.125
 157.125

22

   157.100
 161.700

83
83
  157.175
 161.775
22A

22A
   157.100
 157.100
83A

83A
  157.175
 157.175

23
23
   157.150
 161.750


83B
  RX Only
 161.775
23A


   157.150
 157.150
84
84
84
  157.225
 161.825
24
24
24
   157.200
 161.800
84A


  157.225
 157.225
25
25
25
   157.250
 161.850
85
85
85
  157.275
 161.875


25B
   RX Only
 1161.850
85A


  157.275
 157.275
26
26
26
   157.300
 161.900
86
86
86
  157.325
 161.925
27
27
27
   157.350
 161.950
86A


  157.325
 157.325
28
28
28
   157.400
 162.000
87
87
87
  157.375
 161.975


28B
   RX Only
 162.000
87A


  157.375
 157.375

60
60
   156.025
 160.025
88
88
88
  157.425
 162.025

61

   156.075
 160.075
88A


  157.425
 157.425
61A

61A
   156.075
 156.075






Catatan:
USA: Frekwensi yang berlaku di Amerika Serikat
INT: Frekwensi yang berlaku secara Internasional
CAN: Frekwensi yang berlaku di Canada

Tour De France Yogya - Batavia in 14 Days

 Tour de France Djogja-Batavia Kisah Jongos Pemecah Rekor Ini cerita sangat menggemparkan tanah Hindia Belanda sampai jauh ke negeri Belanda...