Wikipedia

Hasil penelusuran

Tampilkan postingan dengan label Seni dan hiburan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Seni dan hiburan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 15 Februari 2011

WAYANG ORANG ASLI INDONESIA





Kematian di Tangan Narendro Ludiro Seto
PARAMITANakula dan Sadewa menghadap Prabu Salya setelah keduanya mengetahui Salya diangkat sebagai Senapati Kurawa esok hari.

Ketika seniman Wayang Orang Bharata mementaskan lakon ”Salya Wiratama” di Gedung Kesenian Jakarta, 8-9 November 2010, bencana alam Wasior, Mentawai, dan Merapi sedang merebak. Di tengah saat prihatin itulah pergelaran yang telah disiapkan sejak lama tetap dilangsungkan. Bukan tanpa disertai perasaan, melainkan justru sarat dengan semangat mengulurkan tangan. Wakil Presiden Boediono dan istri serta sejumlah direksi BUMN menyempatkan hadir menyaksikan, justru dengan semangat untuk menggalang dana bagi korban bencana.

Tiga bulan sudah pertunjukan itu berlalu, tetapi kini pencinta wayang orang masih terus dapat menonton pergelaran istimewa ini melalui rekaman DVD. Istimewa karena penonton bisa mendapatkan dua elemen utama dari pertunjukan wayang orang, yakni kisah yang hebat dan garapan yang prima.

Disutradarai bintang WO Bharata, Teguh ”Kenthus” Ampiranto, dibantu asisten sutradara Senthun Bhima Nugraha, perjalanan hidup Prabu Salya atau yang zaman mudanya dikenal sebagai Raden Narasoma ini mampu dihadirkan dengan ringkas, tetapi menggigit.

Meski tetap berbicara tentang sosok-sosok yang fisikal, Teguh juga tak membatasi ide terbatas pada aspek fisikal. Ketika Narasoma yang tengah bertapa hendak dibangunkan oleh Resi Bagaspati yang sedang memenuhi permintaan putrinya—Dewi Pujawati—untuk dicarikan jodoh yang ditakdirkan melalui mimpi itu, muncullah tarian laga bukan antara Bagaspati dan Narasoma, melainkan antara roh keduanya.

Suasana magis, dengan pencahayaan suram, tampil dengan setting panggung minimalis. Namun, yang mencekam berikutnya bukan adegan itu, melainkan kelanjutan cerita saat Narasoma meminta ajian sakti Bagaspati yang tak lain adalah Chandrabirawa. Padahal, bagi Begawan Bagaspati, Chandrabirawa dan dirinya tak terpisahkan. Ketika ia menanyakan kepada putrinya mana yang akan ia pilih, ayahnya atau kesatria impiannya, ia pun memilih Sang Kesatria.

Setelah menjadi raja di Kerajaan Mandaraka, saat Baratayuda datang, Narasoma yang kini sudah menjadi Prabu Salya harus memilih. Di tengah rasa putus asa karena pada saat para keponakan Kurawa dan Pandawa sedang bertikai, ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia melihat bayangan-bayangan maut, seperti gugurnya salah seorang menantunya, Adipati Karna.

Dalam kebimbangan itulah Nakula dan Sadewa, kembar Pandawa yang merupakan anak Pandu dan Dewi Madrim, adiknya, datang. Keduanya ingin dibunuh saja karena besok atau sekarang mereka akan menghadapi kesaktian uak mereka yang tak akan tertandingi. Namun, Salya meyakinkan, orang baik pun kalau membela yang jahat akan sirna. Resi Bhisma, yang para dewa pun gentar menghadapinya, dan Pandita Durna, guru Pandawa dan Kurawa, keduanya gugur karena membela Kurawa yang salah. Salya meyakinkan bahwa ia pun akan mengikuti jalan hidup sama. Akhirnya, ia memberikan petunjuk kepada kedua keponakannya yang sangat ia cintai bahwa yang bisa mengalahkannya besok adalah Raja Berdarah Putih (Narendro Ludiro Seto) yang tidak lain adalah kakak sulung Nakula-Sadewa, Raja Yudistira.

Dalam tarian indah, Prabu Salya berperang melawan Yudistira setelah keempat saudara Pandawa kewalahan menghadapi raksasa wujud aji Chandrabirawa yang sulit dikalahkan.

Akhirnya, seperti ditakdirkan, Salya gugur di tangan Yudistira. Dalam kesedihan, Dewi Pujawati pun mengikuti jejak suaminya, membuat namanya lebih dikenal sebagai Setiawati.

Selain Teguh yang menjadi Prabu Salya yang bertemperamen galak, juga Senthun sebagai Narasoma yang gagah tetapi sombong, pergelaran yang koreografinya dikemas Nanang Riswandi ini juga didukung oleh Ali Marsudi (sebagai Pandu), Ruri Avianti (Pujawati), Sentot Erwin (Bagaspati), Agus Prasetyo (Nakula), Sigit ISI (Sadewa), Imam Surapati (Kresna), Anggawati Gunawan (Setyawati), serta seniman WO Bharata lainnya. (nin)

Paramita Nakula dan Sadewa menghadap Prabu Salya setelah keduanya mengetahui Salya diangkat sebagai Senapati Kurawa esok hari.

Senin, 24 Januari 2011

RAMAYANA BALLET


Sendratari Ramayana, Drama dalam Tarian Khas Jawa
Sendratari Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan dan sulit tertandingi. Pertunjukan ini mampu menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari, drama dan musik dalam satu panggung dan satu momentum untuk menyuguhkan kisah Ramayana, epos legendaris karya Walmiki yang ditulis dalam bahasa Sanskerta.

Kisah Ramayana yang dibawakan pada pertunjukan ini serupa dengan yang terpahat pada Candi Prambanan. Seperti yang banyak diceritakan, cerita Ramayana yang terpahat di candi Hindu tercantik mirip dengan cerita dalam tradisi lisan di India. Jalan cerita yang panjang dan menegangkan itu dirangkum dalam empat lakon atau babak, penculikan Sinta, misi Anoman ke Alengka, kematian Kumbakarna atau Rahwana, dan pertemuan kembali Rama-Sinta.

Seluruh cerita disuguhkan dalam rangkaian gerak tari yang dibawakan oleh para penari yang rupawan dengan diiringi musik gamelan. Anda diajak untuk benar-benar larut dalam cerita dan mencermati setiap gerakan para penari untuk mengetahui jalan cerita. Tak ada dialog yang terucap dari para penari, satu-satunya penutur adalah sinden yang menggambarkan jalan cerita lewat lagu-lagu dalam bahasa Jawa dengan suaranya yang khas.

Cerita dimulai ketika Prabu Janaka mengadakan sayembara untuk menentukan pendamping Dewi Shinta (puterinya) yang akhirnya dimenangkan Rama Wijaya. Dilanjutkan dengan petualangan Rama, Shinta dan adik lelaki Rama yang bernama Laksmana di Hutan Dandaka. Di hutan itulah mereka bertemu Rahwana yang ingin memiliki Shinta karena dianggap sebagai jelmaan Dewi Widowati, seorang wanita yang telah lama dicarinya.

Untuk menarik perhatian Shinta, Rahwana mengubah seorang pengikutnya yang bernama Marica menjadi Kijang. Usaha itu berhasil karena Shinta terpikat dan meminta Rama memburunya. Laksama mencari Rama setelah lama tak kunjung kembali sementara Shinta ditinggalkan dan diberi perlindungan berupa lingkaran sakti agar Rahwana tak bisa menculik. Perlindungan itu gagal karena Shinta berhasil diculik setelah Rahwana mengubah diri menjadi sosok Durna.

Di akhir cerita, Shinta berhasil direbut kembali dari Rahwana oleh Hanoman, sosok kera yang lincah dan perkasa. Namun ketika dibawa kembali, Rama justru tak mempercayai Shinta lagi dan menganggapnya telah ternoda. Untuk membuktikan kesucian diri, Shinta diminta membakar raganya. Kesucian Shinta terbukti karena raganya sedikit pun tidak terbakar tetapi justru bertambah cantik. Rama pun akhirnya menerimanya kembali sebagai istri.

Anda tak akan kecewa bila menikmati pertunjukan sempurna ini sebab tak hanya tarian dan musik saja yang dipersiapkan. Pencahayaan disiapkan sedemikian rupa sehingga tak hanya menjadi sinar yang bisu, tetapi mampu menggambarkan kejadian tertentu dalam cerita. Begitu pula riasan pada tiap penari, tak hanya mempercantik tetapi juga mampu menggambarkan watak tokoh yang diperankan sehingga penonton dapat dengan mudah mengenali meski tak ada dialog.

Anda juga tak hanya bisa menjumpai tarian saja, tetapi juga adegan menarik seperti permainan bola api dan kelincahan penari berakrobat. Permainan bola api yang menawan bisa dijumpai ketik Hanoman yang semula akan dibakar hidup-hidup justru berhasil membakar kerajaan Alengkadiraja milik Rahwana. Sementara akrobat bisa dijumpai ketika Hanoman berperang dengan para pengikut Rahwana. Permainan api ketika Shinta hendak membakar diri juga menarik untuk disaksikan.

Di Yogyakarta, terdapat dua tempat untuk menyaksikan Sendratari Ramayana. Pertama, di Purawisata Yogyakarta yang terletak di Jalan Brigjen Katamso, sebelah timur Kraton Yogyakarta. Di tempat yang telah memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2002 setelah mementaskan sendratari setiap hari tanpa pernah absen selama 25 tahun tersebut, anda akan mendapatkan paket makan malam sekaligus melihat sendratari. Tempat menonton lainnya adalah di Candi Prambanan, tempat cerita Ramayana yang asli terpahat di relief candinya.

Sendratari Ramayana di Purawisata Yogyakarta
Harga Tiket: Rp. 175.000

Fasilitas:

Makan malam di Jimbaran Resto
Melihat pentas gamelan selama makan malam
Kunjungan ke backstage untuk melihat persiapan penari jika datang lebih awal
Dapat memotret selama pertunjukan
Foto bersama para penari setelah pertunjukan
Jadwal Pementasan:
Pukul 18.00 - 21.30 WIB
Setiap hari.

Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Photo & Artistik: Singgih Dwi Cahyanto
Copyright © 2006 YogYES.COM

Ophelia Sigit Ratih Team on Stage Jakarta